PenaKu.ID – Harga minyak dunia berhasil bangkit dari pelemahan tajam, meskipun pasar masih dibayangi prospek surplus pasokan besar-besaran tahun depan. Berdasarkan data Refinitiv pada Jumat (14/11/2025) pukul 10.00 WIB, minyak jenis Brent naik menjadi US$64,4 per barel, sementara minyak WTI menguat ke US$60,12 per barel.
Kenaikan harga ini menandai titik balik, namun tetap menunjukkan volatilitas tinggi karena dua kekuatan besar saling tarik-menarik: risiko pasokan akibat sanksi AS terhadap Rusia dan potensi kelebihan pasokan global.
Ancaman Surplus Pasokan Menguatkan Tekanan Jual Minyak
Optimisme kenaikan harga sempat teredam setelah Badan Energi Internasional (IEA) mengeluarkan peringatan keras mengenai potensi surplus minyak hingga enam bulan berturut-turut. IEA mencatat pasokan global tahun depan diproyeksikan melampaui permintaan lebih dari 4 juta barel per hari, sebuah rekor kelebihan suplai baru.
Sentimen bearish semakin kuat dengan lonjakan cadangan minyak mentah AS sebesar 6,4 juta barel minggu lalu. Selain itu, kenaikan produksi dari pengebor di luar OPEC+ memperparah kekhawatiran meluasnya kelebihan pasokan.
Sanksi AS dan Indikator Permintaan yang Tangguh dalam Sektor Minyak
Di sisi lain, faktor geopolitik, khususnya sanksi tambahan Amerika Serikat terhadap perusahaan Rusia seperti Rosneft PJSC dan Lukoil PJSC, menambah ketidakpastian pada rantai pasokan. Pasar mencermati potensi gangguan aliran pasokan minyak Rusia.
Di tengah kabar negatif ini, beberapa indikator memberikan sinyal positif: data pemerintah AS menunjukkan cadangan produk minyak justru menurun, dan ekspor meningkat, mengindikasikan bahwa permintaan global masih terbilang tangguh. Kombinasi sentimen ini menjadi alasan utama volatilitas harga minyak.**
