PenaKu.ID – Bawaslu atau Badan Pengawas Pemilu, Kabupaten Bandung Barat (KBB) Jawa Barat menyoroti rotasi mutasi (rotmut) pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebab, rotmut tersebut beraroma politis jelang pilkada serentak.
Sebelumnya, Sebanyak 4 pejabat di lingkungan Pemda Bandung Barat dirotasi di tengah tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Keputusan tersebut diduga melanggar sejumlah aturan dan syarat akan kepentingan politik.
Tak cuma itu, kebijakan rotasi ini mengabaikan imbauan Bawaslu RI yang melarang kepala daerah melakukan rotasi mutasi 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU. Hal itu diatur diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,- (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah),” demikian bunyi pasal 190 UU Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilakukan mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
Bawaslu KBB telah melayangkan surat klarifikasi kepada Penjabat (Pj) Bupati Bandung Barat, Ade Zakir, pada 10 September 2024, yang ditembuskan ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Bandung Barat.
Ketua Bawaslu KBB, Riza Nasrul Falah Sopandi mengatakan, hingga Selasa, 17 September 2024, Bawaslu belum menerima jawaban atas surat tersebut.
“Sampai hari ini belum ada jawaban, dan kami tunggu hari ini karena kemarin libur panjang. Apabila tidak ada tanggapan, kita akan mengkaji untuk membentuk tim dan melakukan penelusuran terkait persyaratan administrasi,” ujar Riza saat ditemui di Kantor Bawaslu KBB baru-baru ini dirilis, Jumat (20/09/2024).
Riza menjelaskan, sesuai pasal diatas dengan himbauan Bawaslu RI kepada KPU RI, rotasi mutasi pejabat tidak boleh dilakukan dalam periode enam bulan sebelum penetapan calon kepala daerah hingga setelah pelantikan.
“Proses tersebut hanya dapat dilakukan jika sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kami ingin memastikan apakah proses tersebut sudah sesuai aturan atau tidak,” tambahnya.
Meski Pj Bupati Bandung Barat mengklaim rotasi mutasi tersebut sudah mengantongi izin, Bawaslu KBB mengonfirmasi bahwa mereka belum menerima surat tembusan.
“Intinya, kami tunggu jawaban hari ini. Jika tidak, kami akan membentuk tim untuk menelusuri lebih lanjut,” tegasnya.
Ketika ditanya terkait dugaan kepentingan politik di balik rotasi mutasi ini menjelang pilkada, Riza menekankan bahwa hal tersebut bukan menjadi ranah Bawaslu.
“Kami hanya menegakkan aturan sesuai dengan prosedur yang ada,” ujarnya.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU 15 tahun 2017 tentang Pilkada, Bawaslu KBB akan memastikan apakah rotasi mutasi tersebut telah sesuai dengan aturan dan didukung oleh bukti yang kuat. Kami akan pastikan bukti pendukungnya, apakah ada pelanggaran atau tidak,” sambunya.
Bawaslu KBB Menunggu Klarifikasi Ade
Terkait sanksi, Bawaslu KBB belum bisa memberikan jawaban pasti karena masih menunggu hasil klarifikasi.
“Jika ada pelanggaran, kami akan menentukan apakah ini merupakan pelanggaran administratif atau pidana. Saat ini, kami masih menelusuri fakta di lapangan,” ungkap Riza.
Jika terbukti melanggar, rotasi mutasi yang dilakukan oleh petahana berpotensi menyebabkan diskualifikasi dari pencalonan dalam Pilkada. Namun, karena Pj Bupati Bandung Barat tidak mencalonkan diri, Bawaslu akan melihat terlebih dahulu kesesuaian bukti yang ada.
“Jika pelanggaran terjadi, kita juga akan memeriksa apakah unsur formil dan materilnya terpenuhi. Jika sifatnya hanya berupa rekomendasi ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), itu masih menjadi variabel yang akan dipertimbangkan setelah penelusuran selesai,” tutup Riza.
Sebagai informasi, Empat pejabat yang dilantik yakni Medi dari Asisten Daerah kini menjabat sebagai Kepala Bandan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Eriska Hendrayana dari Kepala Badan Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) menjadi Kepala Bapelitbangda.
Lalu ada, Rini Sartika dari Kepala Bapelitbangda menjadi Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Keuangan Daerah, serta dr Ridwan Abdulah dari Kepala Dinas Sosial menjadi Kepala Dinas Kesehatan KBB.
Berdasarkan penelusuran, rotasi mutasi 4 pejabat ini mengantongi persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan surat nomor 100.2.2.6/3273/SJ. Dalam surat itu, Kemendagri berpegang pada sejumlah landasan hukum. Salah satunya surat Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20157/R-AK.02.02/SD/K/2024 tanggal 29 Juli 2024 tentang pertimbangan teknis (Pertek) mutasi pejabat pimpinan tinggi pratama di Lingkungan Pemkab Bandung Barat.
Jika melihat surat Pertimbangan Teknis BKN tersebut, masa berlakunya mulai tanggal 29 Juli 2024 sampai tanggal 28 Agustus 2024. Artinya ada dugaan pelanggaran regulasi dalam proses rotasi mutasi 4 pejabat di Bandung Barat karena masa berlaku Pertek dari BKN telah kadaluarsa sehingga tak bisa dipakai lagi sebagai dasar pemindahan pejabat.
Hal itu sebagai mana tertuang dalam ketentuan surat Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20157/R-AK.02.02/SD/K/2024 yang ditandatangani langsung oleh kepala Plt BKN Haryomo Dwi Putranto, pada poin ketiga.
“Pertimbangan Teknis ini berlaku sejak diterbitkan hingga tanggal 28 Agustus 2024. Apabila sampai dengan tanggal dimaksud belum diterbitkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam permohonan pertimbangan teknis ini, maka pertimbangan teknis ini tidak berlaku,” tulis surat tersebut.
Selain itu, rotasi 4 pejabat pemda Bandung Barat yang dilaksanakan, pada Senin 2 September 2024 tak berkesesuaian dengan tujuan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Manajemen Aparatur Sipil Negara dalam hal mengisi kekosongan. Lebih jauh, perombakan posisi ini hanya menambah rangkap jabatan ASN.
Misalnya, Eriska Hendrayana otomatis merangkap dua jabatan sekaligus yakni sebagai Kepala Bapelitbangda dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah. Hari itu, dirinya dilantik jadi Kepala Bapelitbangda dari jabatan asalnya Kepala DP2KBP3A Bandung Barat.
Namun karena masih menjabat Plt Sekda, ia tak langsung menjalankan tugasnya di bapelitbangda. Di posisi itu, ditunjuk pelaksana harian yakni Kepala Bagian Organisasi Setda, Rina Marlina.
Termasuk perpindahan Ridwan dari dinas sosial ke dinas kesehatan. Hal ini hanya menggeser kekosongan jabatan dari satu OPD ke OPD lain. Tanpa menyelesaikan masalah kekosongan jabatan di instansi lain seperti di BPSDM, DP2KBP3A, dan Dinas Sosial.
***