PenaKu.ID – Jenderal Hoegeng merupakan sosok Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang dikenal tegas dan teguh menjaga kehormatan serta citra Polri. Integritasnya yang tinggi terhadap bangsa dan negara mengundang guyonan Presiden Republik Indonesia keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam sebuah diskusi di Bentara Budaya Jakarta, bahwa hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng.
Dalam guyonan itu, Gus Dur menyinggung upaya pemberantasan korupsi pasca-Reformasi 1998 yang dilakukan Polri sebagai salah satu institusi yang diharapkan dapat segera berbenah guna menghadirkan citra Polri yang lebih baik di masyarakat.
Guyonan Gus Dur terhadap sosok Hoegeng dinilai sejumlah kalangan cukup pantas. Kejujuran dan integritas yang melekat dalam diri Hoegeng selama menjalani tugas sebagai seorang polisi terkenal jauh sebelum ia menyandang bintang empat di korps tribrata. Saking jujurnya Hoegeng, ia bahkan pernah disantet oleh seorang polisi korup saat memimpin Badan Reserse dan Kriminal di Kepolisian Sumatera Utara.
Kisahnya terjadi saat Hoegeng sering menangani kasus perjudian dan penyelundupan barang-barang mewah dari Singapura ke Indonesia berupa radio, tape recorder, dan arloji serta penyelundupan barang-barang dari Indonesia ke Singapura berupa minyak nilam dan karet.
Kabarnya, para penyelundup mendapat perlindungan dari aparat kepolisian yang korup.
Oknum polisi itu dendam dengan sikap Hoegeng. Ia lantas menyantet Hoegeng dengan meminta bantuan dari seorang dukun.
Saat dikirim santet, Hoegeng pasrah menerimanya. Hingga suatu hari datang seseorang mengaku dukun yang telah menyantetnya. Di hadapan Hoegeng, dukun itu mengaku bahwa dirinyalah yang telah menyantet Hoegeng atas permintaan polisi korup tersebut. Sang dukun mengaku menyesal dan meminta maaf kepada Hoegeng. Ia pun lalu mengobati Hoegeng.
Selain pernah disantet karena ketegasannya, Hoegeng juga pernah difitnah rekan sejawatnya di kepolisian.
Dilansir dari buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono (2013), Hoegeng dipanggil Presiden Soekarno.
Saat itu, Presiden ingin menanyakan kebenaran kabar yang menyebut Hoegeng ingin menggulingkan atasannya, Soetjipto Joedodihardjo yang menjabat sebagai Kapolri sekaligus Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Pangak).
Ketika ditanya Presiden, Hoegeng terkejut lantas bertanya,”Siapa yang bilang?”.
Presiden Soekarno lantas menyebut satu nama. Hoegeng lalu minta agar dirinya dikonfrontasi dengan orang tersebut.
Presiden setuju dan menjadwalkan pertemuan dengan orang yang bersangkutan untuk mengkonfrontasi tuduhan itu.
Saat dikonfrontasi dengan orang tersebut, Hoegeng membawa buku besar yang menjadi catatan hariannya.
Di hadapan Presiden, Hoegeng membenarkan bahwa dirinya memang didatangi oleh yang bersangkutan di kantor dan di rumahnya.
Secara rinci Hoegeng menyebutkan tanggal dan pertemuannya, serta isi detail pembicaraannya.
Hoegeng juga membeberkan jawabannya setelah diajak yang bersangkutan untuk menggulingkan Menteri/Pangak Jenderal Pol Soetjipto.
Dalam pertemuan itu, Hoegeng memang diajak untuk ikut menggulingkan Menpagak. Namun, di catatan buku itu, Hoegeng menyatakan tak bersedia ikut mendongkel Menteri/Pangak. Selama Pak Tjipto adalah atasan Hoegeng, Hoegeng tidak mau mendongkelnya. Apapun alasannya.
“Jadi sampeyan jangan memutarbalikkan fakta begitu, Wong sampeyan sendiri yang mengajak untuk mendongkel pak Tjipto, mengapa saya yang kemudian dituduh?” jelas Hoegeng sambil membacakan dan menunjukkan catatan Kepada Presiden dan orang yang bersangkutan.
Akhirnya, Presiden bertanya kepada polisi yang memfitnah Hoegeng. “Apakah yang diceritakan Hoegeng itu benar?” tanya Soekarno.
Polisi itu lalu menjawab “Inggih Kasinggian (ya betul),” jawab polisi itu.
Tak lama, seusai jabatan Soetjipto Joedodihardjo sebagai Kapolri berakhir, Hoegeng ditunjuk untuk menggantikan nya menjadi Kapolri ke- 5 sejak 1968 hingga 1971.
*Polisi sederhana*
Sederhana”, kata itulah yang juga melekat dalam sosok Hoegeng. Cerita kesederhanaan ini tidak hanya diperlihatkan Hoegeng saat menjabat Kapolri, melainkan juga saat menjabat Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet pada Maret 1966-Juli 1966, dua tahun sebelum dilantik sebagai Kapolri.
Diketahui, selaku Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Hoegeng menolak pengawalan pribadi baik di kantor dan di rumahnya. Kepada sekretarisnya saat itu, Soedharto Martopoespito, Hoegeng beralasan, dia tetap bisa bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawalan yang diberikan oleh negara.
Hoegeng juga menolak tawaran pengawalan di depan rumah yang menurutnya akan membuat teman-temannya tak berani berkunjung ke rumah.
Kebiasaan itu berlanjut ketika Hoegeng ditunjuk menjadi Wakil Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Pangak) dan Menteri/Pangak sebelum berubah nama menjadi Kapolri.
Hanya ada dua ajudan dinas yang bergantian bertugas saat hari kerja dan staf ajudan yang membantunya sehari-hari.
Jenderal Hoegeng pun tak mengizinkan mereka mengenakan pakaian dinas kecuali ajudan dinas yang memang mendampinginya sehari-hari. Staf ajudan pun diminta hanya berpakaian preman.
*Boy Rafli Amar*
Cukup banyak kisah kejujuran, kesederhanaan dan keteladanan sosok Hoegeng. Saat ini hanya terhitung jari jumlah petinggi Polri yang keteladanannya semirip Hoegeng. Salah satunya adalah Komjen Pol Drs Boy Rafli Amar, yang diusulkan Kompolnas ke Presiden Republik Indonesia untuk menggantikan Jenderal Idham Azis sebagai Kapolri.
Salah seorang CEO media, Doni Ardon membeberkan keteladanan Boy Rafli Amar saat meliput kejadian gempa berkekuatan 7,6 SR yang mengguncang Sumatera Barat dan daerah sekitarnya.
Menurut dia, gempa yang mengakibatkan 1.115 orang tewas dan 2.329 lainnya terluka, 279.000 bangunan mengalami kerusakan, serta berdampak pada 1.250.000 warga di kawasan mendapat perhatian serius dari Kombes Pol Drs. Boy Rafli Amar yang menjabat Kapoltabes Padang saat itu.
“Saya selalu ingat, pak Boy Rafli Amar tanpa ragu mempersilahkan kendaraan pribadinya digunakan komunitas relawan dan lembaga kemanusiaan yang terlibat dalam upaya bantuan kemanusiaan untuk Sumatera Barat”.
“Beliau juga menggalang kepedulian berbagai kalangan untuk meringankan beban para korban, membantu evakuasi dan mengajak insan media untuk menyajikan informasi informasi yang penting guna mempercepat penanganan gempa Padang,” ucapnya kepada rekan media di Bekasi, Minggu (10/01/2021) pagi.
Tak hanya itu, Kombes Boy Rafli Amar bahkan membiarkan rumah dinasnya dijadikan basecamp menginap para relawan dan insan media.
*Sang mentor*
Itulah sebutan pemuda Papua untuk Irjen Pol Boy Rafli Amar ketika menjabat sebagai Kapolda Papua. Boy Rafli Amar dinilai sosok jenderal yang tak pernah berjanji, tapi kinerjanya nyata dan dirasakan pemuda Papua.
Sang mentor pun tak pernah lelah membimbing pemuda Papua dengan cara memberikan nasihat, bimbingan, serta dukungan untuk kemajuan pemuda Papua.
“Bukan hanya itu saja, pelayanan dengan mengedepankan sikap humanis dan penuh kasih sayang selalu ditonjolkan oleh sang mentor untuk masyarakat Papua”.
“Kami sangat terharu. Beliau banyak mempertemukan saya dan teman-teman kepada pejabat Papua, bahkan membantu membuka jaringan, mempertemukan dengan sejumlah pihak pemangku kebijakan, baik di organisasi pemerintah maupun swasta,” kata Michael yang menjabat sebagai Direktur Cenderawasih Reading Center (CRC) kepada wartawan, belum lama ini di Papua.
*Berani Jujur dan Hebat*
Hal lain yang melekat pada sosok Boy Rafli Amar saat mengkampanyekan seluruh komponen bangsa untuk Berani Jujur dan Hebat. Brigjen Pol Boy Rafli Amar yang menjabat Karo Penmas Polri saat itu memasang spanduk raksasa ‘Berani Jujur Hebat’ pada akhir Desember 2012.
Pembentangan spanduk raksasa dilakukan Boy Rafli Amar untuk memberi efek pencegahan dan meminimalisir tindak pidana korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) di tubuh Polri serta untuk lebih meningkatkan keterbukaan dari para anggota Polri.
“Sejalan dengan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini dan ke depan yang sangat kompleks, sangat tepat jika Presiden Republik Indonesia Ir H. Joko Widodo menunjuk dan memilih Komjen Pol Boy Rafli Amar untuk menggantikan Kapolri Idham Azis yang akan pensiun pada awal tahun ini,” komentar Ketua Umum Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia, Moh. Fauzan Rahman.
(Donz)
Sosok Boy Rafli Identik dengan Jendral Hoegang, Pantaskah Ia Jadi Kapolri
×
Sosok Boy Rafli Identik dengan Jendral Hoegang, Pantaskah Ia Jadi Kapolri
Sebarkan artikel ini