Internasional

Sanae Takaichi, Wanita Pertama Pimpin Tokyo

Sanae Takaichi Jadi Perdana Menteri Jepang, Wanita Pertama Pimpin Tokyo
Sanae Takaichi Jadi Perdana Menteri Jepang, Wanita Pertama Pimpin Tokyo (Foto: The Japan Time)

PenaKu.ID – Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Jepang dipimpin oleh seorang perempuan. Pada Senin (21/10/25), parlemen resmi menetapkan Sanae Takaichi sebagai Perdana Menteri ke-104 Jepang, setelah ia memenangkan pemungutan suara mayoritas di Majelis Rendah. Keputusan ini menandai babak baru dalam politik Negeri Sakura, sekaligus tonggak penting bagi kesetaraan gender di negara tersebut.

Sanae Takaichi, yang menjabat sebagai Ketua Partai Liberal Demokrat (LDP) sejak 4 Oktober 2025, berhasil meraih dukungan cukup untuk membentuk pemerintahan baru. Namun, langkah awalnya tidak mudah. Koalisi yang ia pimpin dinilai masih rapuh, sementara kabinet perdananya hanya menempatkan dua perempuan dari seluruh anggota.

Langkah Awal dan Koalisi Politik Sanae Takaichi

Sebelum pemilihan di parlemen, Takaichi memimpin negosiasi intens dengan Japan Innovation Party (Ishin) setelah Komeito, mitra lama LDP, menarik diri dari koalisi pemerintahan.
Kesepakatan LDP–Ishin memberi cukup kekuatan untuk mengamankan kursi perdana menteri, meski koalisi ini masih dua kursi di bawah mayoritas penuh di parlemen.

Dalam pidato perdananya, Takaichi menegaskan bahwa aliansi Jepang–Amerika Serikat akan tetap menjadi pilar utama kebijakan luar negeri, sekaligus menargetkan percepatan belanja pertahanan hingga 2 persen dari PDB pada tahun fiskal berjalan.

Prioritas Pemerintahan Sanae Takaichi

  1. Penguatan Pertahanan Nasional
    Takaichi berjanji akan mempercepat target alokasi 2 persen PDB untuk pertahanan, lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan pemerintahan sebelumnya.
  2. Stimulus Ekonomi Besar-besaran
    Pemerintah menyiapkan paket stimulus senilai lebih dari ¥13,9 triliun guna menahan laju inflasi dan memperkuat sektor industri strategis.
  3. Hubungan dengan Amerika Serikat
    Pertemuan awal dengan Presiden Donald Trump disebut akan menjadi ujian diplomatik pertama bagi Takaichi, terutama dalam pembahasan investasi Jepang di AS dan kerja sama keamanan bilateral.

Tantangan dan Kritik

Meski mencatat sejarah baru, Takaichi tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak menyoroti pandangannya yang konservatif terhadap isu gender dan hak-hak minoritas.
Kabinet barunya yang minim representasi perempuan dianggap belum mencerminkan komitmen kuat terhadap kesetaraan.

Selain itu, stabilitas politik pemerintahan baru masih diragukan karena koalisi belum mencapai mayoritas absolut. Situasi ini dapat menyulitkan pengesahan kebijakan penting seperti anggaran dan reformasi struktural.

Dampak bagi Jepang dan Kawasan

Kemenangan Takaichi menjadi simbol kemajuan politik perempuan di Jepang, sekaligus mencerminkan arah baru yang lebih tegas dalam kebijakan pertahanan dan nasionalisme.
Namun, sikap tegas tersebut bisa memicu gesekan dengan negara tetangga di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik Asia Timur.

Di sisi domestik, stimulus ekonomi yang dijanjikan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan. Meski begitu, beban utang dan tekanan fiskal masih menjadi tantangan besar bagi pemerintahannya.

Dengan naiknya Sanae Takaichi ke kursi perdana menteri, Jepang memasuki era baru kepemimpinan perempuan. Namun, di balik sejarah yang ditorehkan, jalan di depan masih terjal—dari menstabilkan koalisi, memperkuat pertahanan, hingga menavigasi ekspektasi publik dan hubungan internasional.
Langkah-langkah awal Takaichi akan sangat menentukan arah kebijakan Jepang di tahun-tahun mendatang.**

~source: reuters

Exit mobile version