PenaKu.ID – “Hai orang orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang orang sebelum kamu supaya kamu bertaqwa” QS.Albaqarah Ayat 183.
Ayat dalam Al-qur’an tersebut merupakan dasar kuat bagi kaum muslimin dalam menjalankan ibadah di bulan suci Ramadan. Dengan mengetahui dalil dan hukum tersebut, maka itu akan menuntun pada diterimanya amalan seorang mukmin saat menjalani ibadah shaum bulan Ramadan.
Kewajiban shaum harus dijalankan oleh mereka yang berakal, mukim (tidak sedang bepergian) dan sudah baligh.
Dalam salah sebuah keterangan dari Rasulullah SAW dikatakan bahwa : إن ممارسة الصيام تقوم على ثلاثة أصناف من الناس: المجانين حتى يستعيدوا وعيهم، والنائمين حتى يستيقظوا من نومهم، والأطفال حتى يكبروا. (‘iina mumarasat alsiyam taqum ealaa thalathat ‘asnaf min alnaasi: almajanin hataa yastaeiduu waeyahum, walnaayimin hataa yastayqizuu min nawmihima, wal’atfal hataa yakiburua). Ketentuan ini tercantum dalam riwayat Ahmad dan Nasa’i yang berarti pena amalan shaum diangkat dari tiga jenis manusia yaitu orang gila hingga ia sadar kembali, orang yang tidur hingga ia bangun dari tidurnya serta anak anak hingga mereka dewasa.
Dalam Surat Al Baqarah Ayat 184 diterangkan, “…barang siapa di antara kamu sedang sakit atau dalam perjalanan maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.
Seorang mukmin yang sedang melakukan safar (perjalanan) boleh tidak shaum, tapi dia harus menggantinya dihari yang lain di luar bulan Ramadan sebanyak hari dia tidak puasa.
Allah menyebutkan dalam ayat tersebut bahwa Allah tidak menghendaki kesukaran bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan. Berbagai kondisi dalam perjalanan seperti letih, lelah, haus, maka Allah perbolehkan untuk berbuka. Tentu harus dengan cara menghormati mereka yang berpuasa dengan tidak minum makan di tempat umum.
Hukum tidak berpuasa juga berlaku bagi orang gila yang hilang akalnya. Orang gila biasanya lupa dengan diri dan sekitarnya atau hilang akal. Maka orang gila tidak wajib berpuasa.
Orang yang sedang tidur tidak wajib berpuasa hingga ia sadar dari tidurnya. Dalam kasus ini orang yang tidur pun tidak masuk sebagai orang yang sadar. Namun setelah sadar ia harus berpuasa.
Apa Boleh Anak Kecil Puasa ?
Sedangkan mengenai anak anak, hingga ia dewasa yaitu anak anak yang belum baligh, atau dalam Islam anak yang masih berusia hingga sekitar 12 atau 13 tahun atau belum mimpi basah (pubertas).
Hanya saja bagi keluarga muslim, orang tua wajib mendidik anak-anaknya sedari kecil untuk berpuasa agar ketika mereka masuk hukum wajib puasa, sudah tidak ada kesulitan dalam menjalaninya.
Selain ketiga jenis orang di atas, masih ada wanita hamil, menyusui, wanita yang sedang haid, wanita yang sedang nifas, serta orang yang sedang sakit yang tidak wajib berpuasa. Mereka wajib mengqodho atau fidyah.
Ketentuan mengenai fidyah hanya berlaku bagi wanita hamil dan menyusui yang dikhawatirkan bisa mengganggu kesehatan bayi yang dikandung maupun yang sedang disusui jika dia tidak bisa menemukan wanita yang menyusui bayinya. Biasanya di Indonesia jarang ada wanita yang menyusukan bayinya pada wanita lain.
Mengqodho puasa boleh ditunda karena adanya udzhur (alasan), sebaiknya dilakukan hingga sebelum bulan Sya’ban karena dikhawatirkan akan terasa berat jika mengqodho beberapa hari menjelang Ramadan.
***