Pemerintahan

Bependa Targetkan Retribusi PBG Naik 100% pada Perubahan Anggaran Tahun 2025

Bependa Targetkan Retribusi PBG Naik 100% pada Perubahan Anggaran Tahun 2025
Kepala Bapenda Kabupaten Purwakarta Aep Abdurohman

PenaKu.ID – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Purwkarta Jawa Barat menargetkan pendapatan atau retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) pada perubahan anggaran tahun 2025 ditargetkan meningkat 100 persen dari sebelumnya yang dianggarkan sebesar Rp 13,1 miliar.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bapenda Kabupaten Purwakarta Aep Abdurohman, Rabu (13/8/2025). Menurutnya, pada anggaran murni tahun 2025, sampai akhir Juli 2025 retribusi dari Persetujuan Bangunan Gedung sudah mencapai Rp 12,7 miliar atau 97% dari yang ditargetkan sebesar Rp 13,1 miliar.

“Pada tahun anggaran 2025 Retribusi PBG Kabupaten Purwakarta dianggarkan sebesar Rp 13,1 miliar. Hingga akhir Juli 2025, retribusi dari PBG sudah mencapai Rp 12,7 Miliar atau 97 % dari yang ditargetkan,” kata Kepala Bapenda Aep Durohman.

Diakuinya, Bapenda menerima data mengenai laporan realisasi retribusi Persetujuan Bangunan Gedung dari leading sektornya ada di Dinas PUPR, dari catatan yang ada target Persetujuan Bangunan Gedung Rp 13,1 miliar, realisasi saat ini sudah Rp 12,7 miliar atau sekitar 97%.

Berdasarkan informasi yang dihimpun “PenaKu”,  Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. Persetujuan Bangunan Gedung ini harus didapatkan sebelum pelaksanaan pembangunan gedung dilakukan.

Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat SIMBG adalah sistem elektronik berbasis web yang digunakan untuk melaksanakan proses penyelenggaraan PBG, SLF, SBKBG, RTB, dan Pendataan Bangunan Gedung disertai dengan informasi terkait penyelenggaraan bangunan gedung.

Berdasarkan Pasal 24 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 19 UU 28/2002, PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.

Adapun, suatu pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui beberapa tahapan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.[1]Pembangunan bangunan gedung tersebut baru dapat dilakukan setelah mendapatkan PBG.

Dengan demikian, PBG harus dimiliki sebelum melaksanakan pembangunan bangunan gedung. Hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 253 ayat (4) PP 16/2021, yang menyatakan bahwa PBG harus diajukan pemilik sebelum pelaksanaan konstruksi.

Dalam hal bangunan gedung digunakan untuk kegiatan usaha, maka dalam melakukan konstruksi bangunan tunduk juga pada ketentuan PP 28/2025. Pada ketentuan tersebut diterangkan bahwa PBG dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“SFL”) merupakan persyaratan dasar untuk memperoleh perizinan berusaha.[3] PBG untuk kegiatan usaha pun sama, harus dimiliki oleh pelaku usaha sebelum pelaksanaan konstruksi.

Proses Memperoleh PBG

PBG diperoleh melalui permohonan yang diajukan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat.

Sedangkan, PBG diperoleh setelah mendapat pernyataan pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Lebih lanjut, Pasal 253 ayat (1) PP 16/2021 mengatur bahwa untuk memperoleh PBG, sebelum pelaksanaan konstruksi, dokumen rencana teknis diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau pemerintah daerah provinsi untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah Pusat.

PBG dilakukan untuk membangun bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung atau

Sanksi Jika Tidak Memiliki PBG

Apabila pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, dan/atau pengkaji teknis tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung (dalam hal ini kepemilikan PBG), berpotensi dikenai sanksi administratif.

Sanksi administratif tersebut dapat berupa:

• peringatan tertulis;

• pembatasan kegiatan pembangunan;

• penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;

• penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;

• pembekuan persetujuan bangunan gedung;

• pencabutan persetujuan bangunan gedung;

• pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

• pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau

• perintah pembongkaran bangunan gedung.

Selain sanksi administratif, terdapat juga sanksi pidana penjara atau pidana denda, sebagaimana diatur di dalam Pasal 24 angka 37 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 46 UU 28/2002 bahwa bagi setiap pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang jika mengakibatkan:

• kerugian harta benda orang lain, dipidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak 10%;

• kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, dipidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak 15% dari nilai bangunan gedung; dan/atau

• hilangnya nyawa orang lain, paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 20% dari nilai bangunan gedung.

Selain sanksi yang kami sebutkan di atas, tidak memiliki PBG juga dapat mengakibatkan bangunan gedung dibongkar, yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hasil pengkajian teknis dan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. ***

Exit mobile version