PenaKu.ID – Bangkong Reang, itulah nama salah satu nama alat musik Sunda dari Desa Lebakuncang Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Jawa Barat yang belum masyhur di kalangan masyarakat, utamanya bagi masyarakat Jawa Barat.
Tak seperti alat musik angklung yang lebih dulu eksis dan terkenal. Bangkong Reang masih perlu perhatian serius dari berbagai pihak untuk pelestarian dan eksistensinya. Pun dengan peran mahasiswa.
Dalam kesempatan pada rangkaian menuju puncak acara Urban Village 2022 Telkom University, Prodi Ilmu Komunikasi membuka Both Apik Uncang dengan tujuan memperkenalkan alat musik Bangkong Reang yang terbuat sama persis dari bambu seperti alat musik angklung.
“Kami pengen orang di Bandung itu kenal musik ini biar bisa jadi kenal kayak angklung,” ujar Al Faiz, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Telkom University saat dijumpai PenaKu.ID di lokasi acara, Sabtu (07/01/23).
Ia mengatakan Bambu Reang atau Bangkong Reang pertama kali dibuat oleh Ki Neman yang sohor disebut Abah Uncang dari Desa Lebakuncang.
Sebelum resmi digunakan menjadi alat musik pada tahun 2005, Bangong Reang awalnya merupakan alat untuk mengusir hama di ladang, karena mampu mengeluarkan bunyi seperti dapat mengusir burung di sawah dan hama-hama lainnya di ladang.
“Jadi sebenernya Bangkong Reang itu alat musik diketuk ditangan, ada enam tangga nada, da di na tis sama ha da. Jadi alat untuk mengusir hama di tahun 1920 an tapi setelah beranjak tahun 2005 dia berubah jadi alat musik karena dia punya nada-nada unik, nah nada-nada itu digunakan untuk meyambut tamu di Desa Lebakuncang,” papar dia.
Bangkong Reang Potensi Andalan
Selain dari sisi tradisi dan budaya, sambung Faiz, Bambu Reang juga mampu bernila ekonomis bagi kehidupan masyarakat desa.
“Kami lakuin semua untuk desa. Semoga desa bisa mandiri, soalnya mereka ga sadar Bangkong Reang ini bisa jadi nilai ekonomis sendiri. Contohnya hari ini kami membuat alat ini kami memberdayakan masyarakat di desanya. Dan di Kampung Cijaura orang bisa dateng belajar Bangkong Reang jadi potensi wisata dari Ciwidey Lebakuncang,” kata Faiz.
Both Apik Uncang di Telkom University mencoba merepresentasikan hiruk pikuk keadaan Desa Lebakuncang dengan beragam potensi dan kondisi. Di both tersebut nampak dekorasi pepohonan dan hutan yang disertai kicauan burung di alam bebas.
“Jadi kami membawa Desa Lebakuncang ke Telkom University biar orang merasain potensi-potensi yang ada di Desa Lebakuncang,” harap dia.
Faiz menerangkan, selain Bambu Reang menjadi potensi andalan, Desa Lebakuncang juga memiliki potensi dan keunikan lain seperti tanaman buah stoberi dan kopi. Kopi asal Desa Lebakuncang dinilai istimewa lantaran memiliki aroma-aroma khas.
“Kopi di kami ada yang unik, ada empat aroma. Moka, pisang, stroberi, melati. Itu seberna tuh karena alami gara-gara di Lebakuncang karena banyak pohon,” pungkas Faiz.
***