PenaKu.ID – Ribuan buruh yang tergabung dari 5 serikat pekerja di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) menggeruduk Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Jalan Raya Tagog Padalarang. Kamis, (15/6/2023).
Aksi tersebut dilakukan, sebagai bentuk solidaritas menyusul adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan buruh tambang di wilayah Padalarang hingga Cipatat Kabupaten Bandung Barat.
Adapun tuntutan mereka terdiri dari, dipermudah izin usaha tambang, Pemkab Bandung Barat mendorong Pemprov Jabar untuk mengeluarkan izin usaha tambang, supaya segera beroperasi kembali dan cegah gelombang PHK di KBB.
“Kita prihatin kawan-kawan kita yang bekerja khusus di sektor pertambangan kehilangan pekerjaannya. Akibat dari dampak regulasi aturan sekarang,” kata Ketua Pimpinan Cabang (PC) Serikat Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (SPSI) KBB, Dadang Ramon di Padalarang.
Ia mengatakan, sejak Undang-undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang didalamnya menyebut urusan perijinan tambang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Dampaknya, perusahaan mengalami kesulitan untuk mengurusi perijinan usahanya karena birokrasi yang cukup panjang.
“Kami tidak masuk ke ranah perijinan, karena itu wewenang dari perusahaan. Tetapi anggota kami yang jadi pekerja di lapangan, jadi korbannya,” ujarnya.
Menyikapi kondisi tersebut, serikat pekerja tidak mau tinggal diam. Pasalnya, banyak buruh tambang yang mengalami kehilangan mata pencahariannya.
Hingga saat ini, sekitar 270 buruh tambang Di KBB telah mengalami kehilangan sumber kehidupannya. Bahkan, beberapa waktu lalu yang masih bekerja saja, hanya menerima upah Rp 45.000/ hari.
Oleh karena itu, pihaknya berkewajiban memperjuangkan nasib buruh tambang yang terimbas dengan perubahan regulasi aturan tersebut.
“Maka kami menuntut ke pemerintah khususnya wakil rakyat KBB, meminta segera membantu mengeluarkan diskresi (untuk regulasi),” paparnya.
Selain itu, serikat pekerja juga meminta agar Bupati Bandung Barat, Hengky Kurniawan tidak diam saja. Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, bakal terjadi peningkatan pengangguran di wilayah KBB.
“Sekarang baru terjadi di beberapa perusahaan (PHK), bagaimana jika besok lusa, bulan depan atau tahun depan?” tegasnya.
Dadang juga menambahkan, efek domino tidak lagi berproduksinya perusahaan tambang, imbasnya akan meluas ke wilayah Jabar dan lainnya. Karena hasil produksi dari KBB, bisa mensuplai daerah lainnya.
“Harapan kami, peran serta DPRD KBB serta pemerintah ada kepedulian bagaimana mencegah ini terjadi,” pungkasnya.***