PenaKu.ID – Setelah sejumlah kebijakan dikeluarkan pemerintah yang bertujuan menekan laju penularan COVID-19 yang terus meningkat, kini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan terbarunya dengan menerapkan PPKM Darurat (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di Jawa-Bali.
Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk wilayah Jawa – Bali tersebut, secara resmi telah diberlakukan terhitung mulai tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021 mendatang.
Ketua Bidang Advokasi Hukum & HAM Partai Gelora Indonesia Jakarta Timur, Karunia Fitriadi, S.H mengkritisi Kebijakan pemerintah terkait PPKM Darurat yang belum habis berlaku tapi ramai dikabarkan bakal diperpanjang tersebut.
PPKM Darurat Vs PSBB
Karunia menyebutkan, guna penekanan penyebaran COVID-19, pemerintah sebelumnya mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Wilayah.
Sehingga kebijakan PSBB ditetapkan oleh menteri Kesehatan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 49 (Ayat) 3 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Wilayah, yang menyebutkan Karantina Wilayah dan PSBB ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini adalah menteri kesehatan.
Menurut Karunia yang jug praktisi hukum, aturan PPKM darurat saat ini berasal dari aturan pemerintah
“kebijakan PPKM Darurat yang kini tengah diberlakukan bukan berasal dari turunan dari UU Nomor 6 Tahun 2018, melainkan tindaklanjut dari arahan Presiden Republik Indonesia yang menginstruksikan agar melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Corona Virus Disease (COVID-19) di wilayah Jawa dan Bali,” jelas Karunia Fitriadi, melalui release, Kamis, (15/7/2021).
Akibat penerapan PPKM Darurat lewat Instruksi Mendagri Nomor 15 tahun 2021 tentang PPKM Darurat Corona Virus Disease-2019 di wilayah Jawa dan Bali, masyarakat berpotensi tidak mendapatkan bahkan kehilangan kebutuhan dasar berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya yang menjadi haknya, karena hal itu tidak diatur sebagaimana dalam UU Nomor 6 Tahun 2018.
Berbeda jika pemerintah menerapkan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan, maka pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar yang menjadi hak masyarakat selama penerapan kebijakan. Pasal 8 UU Nomor 6 Tahun 2018 menyebutkan “Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.”
Sehingga sangat wajar, sikap pemerintah yang lebih memilih menerapkan atau membuat aturan baru dalam penangan pandemi COVID-19, dinilai sebagai upaya menghindar dari tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar yang menjadi hak masyarakat.
(SFL)