PenaKu.ID – Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang kini menjadi Ketum Umum DPP Partai Adil Makmur (PRIMA), Agus Jabo Priyono berkunjung ke kantor pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) di Jl Veteran II No 7C-Jakarta, Selasa sore (30/3/2021). Politisi nasional yang akrab disapa Agus Jabo ini didampingi timnya, yakni Alif Kamal, Farhan A Dalimunthe, dan juru bicaranya Anshar Manrulu.
Mereka diterima langsung oleh Ketua Umum SMSI Pusat, Drs. Firdaus, M.Si bersama pengurus lainnya, yakni Yono Hartono S.Pd.I, M.Pd.I (Wakil Sekretaris JenderaL) dan Makali Kumar, S.H (Wakil Bendahara Umum).
Kunjungan tersebut dalam rangka membangun kemitraan dalam membangun Bangsa kedepan.
Meskipun terkesan mendadak, namun pertemuan itu terlihat penuh keakraban dan semangat kebersamaan. Antara Agus Jabo (Ketum PRD) dan Firdaus (Ketum SMSI).
Saat menyambut kunjungan Ketum PRD bersama rombongannya di ruang pertemuan kantor SMSI Pusat tersebut, Firdaus menjelaskan secara singkat tentang SMSI.
“Anggota SMSI merupakan kumpulan Perusahaan Media Siber di Indonesia. Alhamdulillah, SMSI sekarang sudah menjadi konstituen Dewan Pers,” ujar Ketum SMSI, Firdaus.
Pasca resmi menjadi Konstituen Dewan Pers, pengurus pusat SMSI membentuk News Room yang berisikan seluruh anggota SMSI. News room ini dinamakan Siberindo.co, Indonesia Today dan Siber Indonesia Network.
“Kami akan memberikan yang terbaik untuk bangsa ini. Terutama dalam mewujudkan perusahaan media Siber yang sehat, berkualitas dan profesional,” harapnya.
Sementara itu, Ketum PRD, Agus Jabo dengan gaya khas-nya yang santai namun serius, menjelaskan tentang semangatnya untuk mewujudkan Bangsa Indonesia yang dibangun dengan nilai-nilai nasionalisme kebangsaan, kerakyatan, dan keumatan.
“Sudah 75 tahun kehidupan bernegara dan berbangsa dalam tiga masa pemerintahan, baik masa Sukarno, Orde Baru, dan masa reformasi. Tetapi cita-cita keadilan dan kesejahteraan sosial belum pernah terwujud,” jelas Jabo.
Dijelaskan Jabo, upaya mewujudkan kemakmuran, yang berarti terpenuhinya hak-hak dasar Warga Negara sebagai manusia bermartabat, tersumbat oleh macetnya redistribusi sumber daya dan kekayaan bangsa di tangan segelintir orang.
Kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang. Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 2019 lalu menyebut 1 persen orang terkaya di Indonesia mengusai 50 persen aset nasional.
Sementara itu, hingga akhir 2019, jumlah rakyat miskin—dengan ukuran pengeluaran Rp 16 ribu per hari—masih berjumlah 24,79 juta orang atau 9,22 persen. Kalau ukurannya dinaikkan berdasarkan standar keterpenuhan hak dasar, maka jumlah orang miskin bisa melebihi separuh penduduk Negeri ini.
Ketimpangan dan kemiskinan lahir dari rahim yang sama: sistem ekonomi dan politik yang menyebabkan kekayaan dan sumber daya tidak terdistribusi secara adil. Di satu sisi, segelintir orang atau kaum 1 persen menguasai sumber daya. Disisi lain, orang banyak atau kaum 99 persen berebut potongan kecil dari kue ekonomi.
Akibatnya, banyak warga Negara yang kesulitan mengakses kebutuhan dasarnya, terutama pangan, air bersih, sandang, pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal yang layak.
Kemudian, dalam persoalan ekonomi, tambah Jabo, pengorganisasian ekonomi seharusnya tak hanya membuka ruang yang lapang bagi setiap warga Negara untuk berusaha dan bekerja, tetapi juga memastikan kemakmuran bisa terbagi bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Setidaknya, begitulah kehendak mulia para Pendiri Bangsa kita, seperti termaktub dalam UUD 1945: mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.Sayang sekali, pendekatan ekonomi yang mengedepankan persaingan bebas, yang menempatkan pelipatgandaan keuntungan (profit) di atas manusia dan alam, telah menginterupsi cita-cita tersebut.Kita tak memunggungi perlunya investasi dan ekonomi pasar,” tambahnya.
Namun, keduanya harus diatur agar selaras dengan cita-cita kesejahteraan sosial. No one must be left behind!
Kemudian, dalam persoalan Politik, terang Agus Jabo, dalam demokrasi warga Negara berusaha diyakinkan dengan konsep keadilan: one man, one vote. Namun, ketidaksetaraan ekonomi telah menggugurkan keyakinan suci ini. Ketika kekayaan menumpuk di tangan segelintir orang, maka konsep one man one vote sulit terjadi. Yang terjadi, si kaya bisa membeli partai politik, media massa,
penyelenggara pemilu, lembaga survei, bahkan suara pemilih. Politik Indonesia berhadapan dengan dua hal yang saling bertaut. Pertama, kekayaan ekonomi terkonsentrasi di tangan segelintir orang.
Kedua, politik Indonesia makin “transaksional” dan berbiaya tinggi.
Situasi itulah yang menjerumuskan bangsa ini ke dalam dua persoalan pokok. Pertama, ketimpangan ekonomi yang sangat parah. Kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang, sementara rakyat banyak hanya menunggu tetesannya (trickle down effect).
Kedua, demokrasi politik yang tidak menyediakan ruang bagi aspirasi rakyat banyak. Arena politik Indonesia didesain, dengan menggunakan strategi “ambang batas” (electoral, parliamentary, dan presidential threshold) sebagai hanya arena pertarungan para oligarki.
“Jalan keluar kondisi bangsa saat ini adalah, kita butuh alat politik baru. Partai-partai yang ada sekarang tak bisa diharapkan sebagai penyambung lidah rakyat banyak. Selain secara langsung maupun tidak langsung dibawah kendali oligarki,” jelas Jabo.
Dituturkan, partai-partai yang ada sekarang bercorak sangat tradisional, patron-klien, sistem kekerabatan, dan feodalistik.
Kemudian, tata kelolanya juga sangat tidak demokratis. Hampir semua kebijakan partai terkonsentrasi di tangan segelintir elit partai. Para petinggi partai tak ubahnya para pemilik partai. Mustahil untuk mengharapkan perubahan politik yang lebih baik, yang lebih maju (progressif), yang lebih berkeadilan sosial, dengan hanya mengandalkan atau menyerahkan harapan pada partai-partai yang ada sekarang.
Diterangkan Jabo, kita butuh alat politik baru, sebuah partai baru, yang mencerminkan kehendak dan partisipasi rakyat. Partai yang menjadi alat politik bagi rakyat banyak. Partai yang dikelola secara demokratis dan modern. Selain itu, partai baru ini harus bisa menjawab persoalan bangsa sekarang. Tak hanya bisa mengumbar kritik, tetapi juga menawarkan visi dan program baru untuk kemajuan Indonesia. Partai yang siap memperjuangkan agenda politik untuk rakyat banyak: demokrasi, pemerintahan bersih, dan kesejahteraan sosial.
“Untuk itulah, kami-para aktivis politik, intelektual, pelaku usaha kecil dan menengah, penggiat lingkungan, serikat buruh, petani, masyarakat adat, pembela hak-hak perempuan dan anak, dan lain-lain—telah berkumpul untuk mendirikan partai baru, yakni Partai Adil Makmur atau PRIMA. Insya Allah, 1 Juni 2021 akan kita deklarasikan,” tegasnya.
Visi PRIMA, jelas Agus Jabo yang bakal jadi Ketua Umum-nya ini, adalah mewujudkan cita-cita kemerdekaan: masyarakat adil dan makmur. Untuk mewujudkan visi itu, PRIMA akan memperjuangkan program-program yang pro rakyat. Pertama, Pajak yang berkeadilan. Dimana Prima akan memperjuangkan reformasi perpajakan di Indonesia agar lebih berkeadilan. Pertama, mereka yang berpenghasilan rendah dan menengah diringankan, sedangkan yang berpengasilan tinggi membayar pajak lebih banyak. PRIMA akan merombak skema pajak penghasilan (PPh) yang ada sekarang.
Pendapatan yang senilai atau di bawah upah minimum akan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Sebaliknya, pendapatan di atas upah minimum akan diklasifikasi ulang dengan tarif progressif.
“Kami juga mempertimbangkan untuk memberlakukan pajak kekayaan. Bisa berbasis kekayaan (net-wealth tax), pengalihan/perpindahan kekayaan, ataukenaikan nilai aset/kekayaan atau capital gain tax,” tegas Jabo.
Agus Jabo dalam pertemuan itu juga menuturkan bahwa DPP PRIMA akan memperkuat eksistensinya sebagai partai baru, akan turut serta ikut bertarung dalam Pemilu 2024 mendatang.
Partai yang telah memiliki legalitas dari Kementerian Hukum dan HAM pada 2020 ini, akan ikut bertarung di pentas politik nasional pada pemilu 2024.
Artinya Partai ini memenuhi ketentuan konstitusi dan perundang-undangan, tandas Jabo.
Lebih jauh dijelaskan bahwa PRIMA memang di inisiasi oleh PRD (Partai Rakyat Demokratik) bersama beberapa organ lainnya. Namun dalam perjalanannya, PRIMA sebagai kekuatan politik membuka diri mengajak semua komponen bangsa untuk memperkuat partai politik yang mengusung isu anti oligarki itu.
Dalam upaya itu, DPP PRIMA di bawah komando Ketua Umum, Agus Jabo dan jajaran telah banyak bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh Islam. Antara lain Presiden PSII yang bermarkas di Grogol, Ketua dan Pengasuh Pondok Yayasan Taman Qur’an Indonesia (Ust. Andi Arlin, Lc., MA). Ketua Harian Parmusi, KH. Farid Oqbah, Pemuda Muslimin Indonesia, Pemuda Hidayatullah, Sejumlah Alumni HMI MPO, PB PII dan lainnya.
“Sampai saat ini agenda silaturahmi itu masih terus berjalan. Silaturahmi terjalin dengan baik karena memang Bung Agus Jabo itu berlatar belakang Kader PII ( Pelajar IsLam Indonesia ).
Menutup pertemuan, Rombongan Agus Jabo dan Ketum SMSI beseserta pengurusnya, sholat magrib berjamaah. Kemudian mereka berpose dan makan malam bersama.
**Red