PenaKu.ID – Persidangan mantan Komisaris AJB Bumiputera 1912, Nurhasanah, terus berlanjut meski dalam kondisi PPKM Level 4. Proses peradilan Nurhasanah berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl. Ampera Raya No.133, Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Jumat kemarin.
Seperti diketahui, saat ini status Nurhasanah telah ditetapkan sebagai terdakwa oleh majelis hakim, setelah upaya pra peradilan yang diajukannya tak berhasil.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun wartawan dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Nurcahyo, pihaknya telah melayangkan surat dakwaan atas terdakwa Nurhasanah.
Dalam pembacaan dakwaan tersebut, Kejari Jakarta Selatan menerjunkan lima Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tiga dari JPU Kejari Jaksel, didampingi tim lainnya terdiri dari 2 jaksa sebagai JPU dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Sementara itu, dalam status tahanan, Nurhasanah telah ditetapkan oleh majelis hakim sebagai tahanan kota.
Keputusan ini diambil oleh majelis hakim setelah pada tanggal 28 Juli 2021, telah dilaksanakan sidang dengan agenda pembacaan dakwaan.
Sidang AJB Bumiputera 1912 Dilanjut
Dalam agenda berikutnya persidangan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 2 Agustus 2021 di Pengadilan Negeri Jaksel.
Sebelumnya pada awal Juli 2021, Nurhasanah menjadi tersangka dalam kasus tidak mengindahkan surat perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pembenahan kasus di AJB Bumiputera 1912.
Setelah ditetapkan tersangka oleh penyidik OJK, Nurhasanah dititipkan ke ruang tahanan Bareskrim Mabes Polri untuk diamankan, sambil menunggu jadwal sidang dimulai.
Namun majelis hakim mengabulkan Penangguhan Penahanan menjadi Tahanan kota. terkait Keputusan Majelis Hakim yang menetapkan Terdakwa Nurhasanah menjadi Tahanan Kota, Praktisi Hukum Yos Faizal Husni, S.H, M.Hum, mengatakan seharusnya Jaksa Penuntut Hukum bisa dan memiliki hak untuk mengajukan Keberatan kepada majelis hakim.
Namun sayangnya kenapa hal itu tidak dilakukan. Yos yang juga Penasehat Asosiasi Advokat Indonesia/AAI Bandung menambahkan, seharusnya majelis hakim memikirkan rasa keadilan yang saat ini ditunggu-tunggu para pemegang polis AJB (Asuransi Jiwa Bersama) Bumiputera 1912.
Bila hal ini tidak diperhatikan dirinya khawatir penegakan hukum semakin mencederai perasaan masyarakat yang menuntut keadilan. Untuk itu Yos Husni yang juga aktif menjadi kuasa hukum Buah Batu Corp. Bandung juga mengingatkan, hakim dan jaksa yang menangani kasus ini agar mendengarkan jeritan hati para korban gagal bayar AJB Bumiputera 1912. Menurut Yos jangan sampai masyarakat nanti menilai, tidak ada keadilan lagi di negeri ini.
Sementara itu, Ketua Koordinator Nasional (Kornas) Perkumpulan Pemegang Polis AJB Bumiputera 1912, Yayat Supriyatna, ketika dihubungi menyayangkan status Nurhasanah menjadi tahanan kota.
Tak hanya itu, Yayat mengkritisi JPU yang membiarkan hakim menetapkan status tahanan kota terhadap Nurhasanah. Status Nurhasanah ini dikhawatir bisa mempengaruhi manajemen dalam hal ini direksi AJB Bumiputera 1912.
Karena Nurhasanah diduga bisa mengubah keputusan-keputusan dewan direksi AJB Bumiputera 1912 yang saat ini berkuasa. Status ini juga menciderai perasaan dan sikap para pemegang polis yang selayaknya menerima haknya, yakni pencairan polis yang telah habis kontrak.
Saat ini terdapat sedikitnya 444.233 ribu klaim pemegang polis yang harus dibayarkan oleh direksi AJB Bumiputera 1912. Menurut data dari Kornas Pempol AJB Bumiputera 1912, per 30 Juni 2021, dana pemegang polis yang telah jatuh tempo dan belum dibayarkan sebanyak Rp 7,1 Triliun.
Sebelumnya Mantan Komisaris Utama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, Nurhasanah resmi ditahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dititipkan di ruang tahanan Markas Besar Kepolisian RI, sejak tanggal 29 Juni 2021.
Perempuan dengan pemilik nama lengkap Hj. Nurhasanah, S.H., M.H ini merupakan mantan Ketua Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera 1912 dua periode. Nurhasanah, sebagai Ketua BPA dalam struktur AJB Bumiputera 1912 merupakan komisaris utama, yang menunjuk jajaran direksi di perusahaan asuransi mutual satu-satunya di Indonesia itu.
Menurut sumber, Nurhasanah menjadi tersangka dalam kasus mengabaikan, menghambat pelaksanaan dan kewenangan OJK.
Hal ini tertera dalam Pasal 53 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1), Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Nurhasanah terancam pidana penjara maksimal 6 tahun, dengan denda maksimal Rp 45 Miliar.
(SFL)