PenaKu.ID – Seorang remaja bernama Muhammad Abi Rahman Saputra (19) didiagnosis mengidap penyakit osteogenesis imperfecta atau kerapuhan tulang paling rumit di indonesia. Kondisi Abi saat ini hanya mampu tergolek lemas tak berdaya di ranjang kasurnya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun PenaKu.ID, Abi merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan suami istri Yudi (44 tahun) dan Rina (38 tahun) asal Kampung sayang, Rt 02/01, Desa Margaluyu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi.
Kondisi memprihatinkan yang dialami Abi diceritakan sang ibu. Menurutnya sejak Abi mulai belajar berjalan pada usia 2-3 tahun, Anaknya terlihat mudah lelah dan terlihat perbedaan pada kakinya yang panjang sebelah.
“Nah, pas kesini-kesini aktivitas kena benturan langsung nggak bisa jalan empat hari udah gitu biasa lagi, tapi patalnya ini pas umur 15 tahun di kelas 3 SMP waktu itu dia pas mau solat magrib mau wudu di Wc abis ngambil wudu kepeleset, abis itu patal sampe sekarang nggak bisa jalan karena dari tulang selangkangannya itu patah,” kata Rina kepada PenaKu.ID saat ditemui di rumahnya, Selasa (29/4/2025).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa sejak saat itu, upaya penyembuhan Abi terus dilakukan mulai di RSUD R Syamsudin SH hingga Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, namun belum ada perkembangan yang signifikan.
“Pengobatannya itu kalau di Sukabumi di RS Bunut tapi nggak bisa nerima langsung dirujuk ke RSHS, dari Hasan Sadikin kita ikhtiar karena prosesnya lama kita pengen cepet langsung kita bawa ke RS Cipto taunya sama aja karena penyakitnya,” ucapnya.
“Penyakitnya itu kerapuhan tulang kalau dari bahasa medisnya osteogenesis imperfecta katanya, memang kata dokter kalau udah umurnya 15 tahun aktivitas berat kita nggak tahu kondisi anak gimana memang pasti patal,” ungkapnya.
Mengingat penyakit yang diderita Abi, sambung Rina berdasarkan keterangan dokter bahwa penyakit yang diidap anaknya itu merupakan penyakit langka ke tiga paling rumit se Indonesia.
“Iya dulu memang katanya divonis penyakit langka ke tiga di Indonesia ini anak saya paling rumit penyakitnya kata dokter itu. Bahkan, anjuran dokter itu harus dilab dulu ke Jerman katanya cuman buat mengetahui jenis penyakitnya apa dan itu biaya sendiri nggak dicover BPJS. Jadi kata dokter dilab di Jerman itu hanya untuk mengetahui jenis penyakitnya bukan untuk penyembuhan,” bebernya.
Meskipun demikian tambah Rina, sejak empat tahun masa pengobatan dan tidak kunjung menujukan perkembangan, Abi dan keluarga memutuskan untuk tidak melanjutkan pengobatan karena terkendala biaya. Ia sudah setahun setengah nggak berangkat lagi (pengobatan) karena dari pengobatan cuman pemeriksaan saja takutnya semakin menyebar kekroposannya dan kata dokter harus dikemo kaya gitu, kita berjuang tapi sampai sekarang belum ke-acc, yasudah kita pulang dulu sampai sekarang belum ada lagi kabar untuk kemo terapi itu.
“Ya, alhamdulillah pengobatan saya pake KIS BPJS Kesehatan dari Pemerintah. Tapi, selama berobat di sana kan harus ada biaya hidup ya buat bekel, buat makan,” tuturnya.
Saat ini, Rani dan keluarga hanya berharap kesembuhan untuk anaknya, mengingat semangat sang anak masih besar untuk melanjutkan pengobatan.
“Harapan besar anak saya pengen sembuh, terus kalau memang harus diamputasi anaknya juga udah rido, jadi intinya si anak ini pengen mandiri nggak mau nyusahin orang lain, pengen maen sama temen-temennya setidaknya dia nggak ngandelin orang rumah,” pungkasnya.
***