PenaKu.ID – Anggota DPD RI yang juga pemerhati persoalan anak Fahira Idris geram mendengar terjadinya dugaan kejahatan seksual (perkosaan) yang dilakukan Pejabat UPT UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur terhadap anak berusia 14 tahun. Pejabat yang digaji rakyat dan ditugaskan memulihkan anak-anak korban kekerasan ini, malah memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan biadab terhadap anak yang harusnya dilindunginya.
“Sangat biadab. Kejadian ini ironi besar terhadap upaya perlindungan anak di negeri ini. Ini kejahatan luar biasa. Saya minta kasus ini menjadi prioritas untuk untuk diungkap oleh penegak hukum. Jika terbukti, pelaku memenuhi kreteria untuk dijerat dengan pasal paling berat dalam UU Perlindungan anak yaitu hukuman pidana seumur hidup. Jika dalam pengembangan kasus korbannya lebih dari satu maka pelaku adalah predator anak sehingga penambahan hukuman berupa kebiri kimia sesuai perintah UU Perlindungan Anak layak dijatuhkan,” tukas Fahira Idris di Jakarta (7/7).
Fahira Idris mengungkapkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, kekerasan seksual terhadap anak masuk dalam ketegori kejahatan luar biasa setara dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan korupsi. Oleh karena itu, tidak ada hukuman ringan bagi predator anak karena oleh undang-undang sudah ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa.
“Terlebih pelaku ini adalah pejabat perlindungan anak. Hukumannya harus benar-benar maksimal. Adanya dugaan korban juga ‘dijual’ pelaku untuk berhubungan badan dengan pria lain juga harus diungkap tuntas. Predator anak seperti ini tidak boleh dibiarkan hidup bebas bersama masyarakat apalagi diberi jabatan sebagai pelindung anak,” ujar Senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, kejadian ini menjadi peringatan bagi insititusi perlindungan anak baik di Pusat (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan di daerah (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) untuk mengevaluasi total keberadaan dan proses rekruitmen serta pemilihan pejabat P2TP2A. Sebagai lembaga terdepan dalam program nasional perlindungan anak terutama korban kekerasan, P2TP2A wajib dikelola oleh orang-orang yang punya kapasitas, integritas, dan pengalaman dalam soal perlindungan anak. Oleh karena itu proses rekruitmen harus sangat ketat.
“Saya minta semua institusi perlindungan anak baik di level menteri, kepala daerah, hingga kepala dinas menjadikan kasus ini sebagai momentum evaluasi P2TP2A di daerah masing-masing. Pastikan orang-orang yang menjadi pelindung anak-anak di daerah masing-masing adalah mereka punya kapasitas, integritas, dan pengalaman dalam soal perlindungan anak. Kehadiran P2TP2A ini sangat penting dan strategis, tidak boleh salah memilih pejabat sebagai pengelolanya,” pungkas Fahira Idris.
Kontributor: RM
Editor: Js