PenaKu.ID – Angka prevalensi stunting Kota Cimahi pada tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 10,89 % dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2019 degan angka 9,07 %.
Kendati begitu, angka tersebut masih jauh di bawah standar organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu 16,50 %.
Plt Walikota Cimahi, Ngatiyana mengatakan angka kenaikan tersebut masih terbilang relatif sangat kecil.
“Memang ada kenaikan prevalensi stunting pada tahun 2020 kalau dibandingkan dengan 2019. Akan tetapi kenaikannya tidak begitu signifikan masih di tingkat wajar sehingga masih bisa teratasi untuk Kota Cimahi,” kata Ngatiyana usai menandatangani deklarasi pencegahan dan penanganan stunting, Senin (31/5/21).
Terkait masalah kenaikan prevalensi stunting di Kota Cimahi pada tahun 2020 lalu, kata Ngatiyana, salah satunya diakibatkan oleh kondisi pandemi COVID-19 yang membatasi ruang gerak dan kemampuan Pemerintah Kota Cimahi untuk melakukan pemantauan dan penyuluhan kepada masyarakat.
Meski begitu, pihaknya berkomitmen mengupayakan penanganan dan pencegahan stunting sejatinya tetap dijalankan oleh jajaran SKPD terkait, yaitu Dinas Kesehatan Kota Cimhai melalui para petugas puskesmasnya.
“Di tengah situasi COVID-19, kita terbatas untuk mengadakan pemantauan atau mendatangi kepada warga atau masyarakat, juga posyandu dan sebagainya. Para petugas kita juga terbatas waktu dan kondisinya karena tidak bisa untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga berkendala terhadap penanangan stunting yang di kota Cimahi,” ujar Ngatiyana.
Sejalan dengan itu, melalui rembuk stunting ini, Ngatiyana mengharapkan kerjasama semua pihak untuk membangun komitmen, kebijakan, dan arah strategi percepatan penurunan stunting dalam mendukung terwujudnya masyarakat dengan konsumsi gizi seimbang, percepatan perbaikan gizi, pemenuhan sanitasi dasar dengan menyusun rencana kegiatan dan penganggaran sesuai dengan lokus yang disepakati bersama guna menurunkan prevalensi stunting di Kota Cimahi.
Ditekankannya, penanganan stunting tidak hanya tugas bidang kesehatan, tetapi juga menjadi tugas semua stakeholders terkait, baik dari sisi penyediaan pangan yang bergizi, kualitas sanitasi, lingkungan bersih, dan beberapa hal lain yang menunjang atau mendukung intervensi pencegahan dan penurunan stunting.
“Menyelesaikan penurunan stunting tidak dapat dilaksnakan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu perlu dilakukan komitmen bersama agar penanganan dilakukan terus menerus dan berkesinambungan,” jelasnya.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Cimahi Pratiwi dalam kesempatan yang sama mengemukakan, stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita).
Hal ini diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan yaitu mulai dari janin hingga anak usia 23 bulan.
“Apabila tidak ditangani secara serius, stunting selain dapat menghambat pertumbuhan fisik juga akan mempengaruhi perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktifitas anak dimasa depan,” kata dia.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kota Cimahi, balita yang mengalami stunting sepanjang tahun 2020 di Kota Cimahi sebanyak 3.520 orang, atau 10,89 persen dari total balita yang mencapai 32.327 orang.
Jumlah tersebut naik dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya 9,07 persen.
Pihaknya mengaku sudah berupaya sekuat tenaga agar capaian kinerja penanganan stunting di Kota Cimahi dapat semaksimal mungkin dilakukan meskipun terkendala oleh situasi pandemi COVID-19.
“Salah satu penyebab naiknya penderita stunting di Kota Cimahi lantaran munculnya wabah COVID-19, di mana sejak pandemi, proses validasi balita stunting menjadi tidak optimal. Hal ini terutama dikarenakan dibatasinya kunjungan rumah oleh para petugas lapangan di puskesmas dan juga para kader posyandu. Akibatnya, pemantauan balita jadi kurang optimal,” beber Prartiwi.
*Reporter: BG
**Penuis: Baja