PenaKu.ID – Korupsi tata kelola minyak mentah, Kejaksaan Agung RI menetapkan 7 tersangka yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun.
Melaui keterangan tertulis yang diterima PenaKu.ID, Selasa (25/2/25), Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyinggung dengan ditetapkannya tujuh tersangka dalam kasus minyak mentah dengan menyebut ‘Mafia Migas Kembali Merampas Uang Negara’.
Di dalam surat tersebut berisikan bahwa, Kejaksaan Agung RI telah menetapkan tujuh tersangka atas dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023, yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun.
7 Tersangka yang Ditetapkan Kejaksaan Agung
Tidak tanggung-tanggung, ketujuh tersangka itu terdiri sejumlah direktur utama (dirut), vice president (vc) anak perusahaan pertamina dan perusahaan swasta.
Tersangka itu di antaranya Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, sejumlah Dirut dan Komisaris Perusahaan Swasta. Salah satunya, konon putra dari tokoh yang dulu ditenggarai sebagai pentolan mafia migas.
Modus Para Perampok Uang Negara
Fahmy Radhi menuturkan modus yang digunakan dalam merampok uang negara kali ini serupa dengan modus mafia migas sebelumnya, yakni mark up impor minyak mentah dan BBM, serta upgrade blending BBM dari Pertalite (Ron 90) menjadi Pertamax (Ron 92).
Dalam praktiknya, sambung dia, minyak mentah produksi dalam negeri ditolak diolah di Kilang Pertamina dengan alasan spesifikasinya tidak sesuai dengan kualifikasi Kilang Pertamina, sehingga harus impor minyak mentah untuk diolah di kilang dalam negeri.
Dengan alasan kapasitas kilang tidak memenuhi, maka BBM masih harus impor dalam jumlah besar.
“Harga impor minyak mentah dan BBM itu telah dimarkup sehingga merugikan keuangan negara yang harus membayar impor tersebut lebih mahal. Mark-up juga dilakukan pada kontrak, pengiriman (shipping), dengan tambahan biaya ilegal sebesar 13% hingga 15%,” ujar Fahmy Radhi.
Merugikan Negara dan Masyarakat Indonesia
Fahmy mengatakan, tindak pidana korupsi itu tidak hanya merampok uang negara, tetapi juga merugikan masyarakat sebagai konsumen BBM, yang membayar harga Pertamax namun yang diperoleh Pertalite yang harganya lebih murah.
“Agar perampokan itu tidak terulang kembali, aparat hukum harus mengganjar hukuman seberat-beratnya bagi tersangka,” ucapnya.
Lalu Pertamina harus melakukan operasi pembersihan besar-besaran terhadap oknum mafia migas yang masih bercokol di lingkungan Pertamina.
Fahmy Radhi Meminta Presiden Jadi Panglima Pemberantasan
Selain itu, ujar Fahmi, Presiden Prabowo harus menjadi panglima dalam pemberantasan mafia migas, yang merupakan persekutuan sejumlah pihak, di antaranya: oknum dalam pertamina, oknum pemerintah, oknum DPR, dan backing aparat.
“Tanpa peran aktif presiden, jangan harap mafia migas yang powerful dapat diberantas dan mustahil perampokan uang negara tidak terulang lagi,” tegas Fahmy Radhi.
Ikuti dan Update Berita dari PenaKu.ID di Google News
**