PenaKu.ID – Siapa sangka, salah satu kuliner paling ikonik di Indonesia, Tahu Sumedang, lahir dari sebuah kisah cinta sederhana seorang suami kepada istrinya. Makanan berbahan dasar kedelai yang kini mudah ditemui di berbagai kota ini memiliki sejarah panjang yang bermula pada tahun 1900-an.
Cerita dimulai ketika sepasang imigran asal Tiongkok, Ong Ki No dan istrinya, datang ke Sumedang untuk berdagang.
Suatu ketika, istri Ong Ki No merasa rindu pada makanan khas kampung halamannya, yaitu tao-fu (kini dikenal sebagai tahu). Namun, ia tidak bisa menyantapnya karena kacang kedelai tidak mudah ditemukan di Sumedang kala itu.
Menurut peneliti BRIN, M. Luthfi Khair A. dan Rusydan Fath (2021), karena rasa sayangnya, Ong Ki No rela berkeliling wilayah asing itu untuk mencari kedelai.
Kegagalan Tahu Sumedang Rebus Generasi Pertama
Setelah pencarian sulit, Ong Ki No akhirnya menemukan kebun kedelai di wilayah Conggeang. Ia segera mengolahnya menjadi tahu putih rebus. Sang istri sangat menyukainya, sehingga Ong Ki No hampir setiap hari memasak tahu tersebut. Ia juga terkadang membagikannya secara gratis kepada sesama etnis Tionghoa atau menjualnya.
Sayangnya, lidah mayoritas warga Sumedang saat itu tidak bisa menerima rasa tahu rebus buatannya. Bisnisnya merosot, dan Ong Ki No beserta istri memutuskan pulang ke Tiongkok pada tahun 1917.
Inovasi Tahu Goreng Ong Bung Keng adalah Tahu Sumedang
Pada tahun yang sama, putra Ong Ki No, yakni Ong Bung Keng, datang ke Sumedang untuk meneruskan usaha ayahnya. Belajar dari kegagalan orang tuanya, Ong Bung Keng berinovasi. Ia mencoba menggoreng tahu putih tersebut.
Hasilnya di luar dugaan: tahu menjadi garing, berongga, lebih gurih, dan mengeluarkan aroma wangi yang khas. Pada tahun 1928, Bupati Sumedang, Pangeran Soeriaatmadja, yang kebetulan lewat, mencium aroma wangi itu dan mencicipinya.
Sang Bupati langsung meminta Ong Bung Keng untuk menjual tahu goreng itu karena yakin akan laku keras. Sejak itulah, Tahu Sumedang goreng menjadi populer dan melegenda.**