Peristiwa

Rumah Korban Bencana Alam Dibongkar Alat Berat Tanpa Sosialisasi, Warga Nyalindung Hentikan Proyek Jalan Provinsi

IMG 20250808 WA0075
Foto Istimewa: 2 Unit Alat Berat Saat Mengerjakan Perbaikan Proyek Jalan Provinsi diruas Jalan Nyalindung-Sagaranten Kabupaten Sukabumi, Jumat (08/08/2025).

PenaKu.ID – Pengerjaan Proyek perbaikan ruas Jalan Nyalindung–Sagaranten, tepatnya di Kampung Cisayar, RT 04/RW 08, Desa Mekarsari, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, dihentikan warga setempat pada belum lama ini.

Dari informasi yang dihimpun, Aksi tersebut dipicu pembongkaran salah satu rumah warga yang dilakukan kontraktor tanpa pemberitahuan atau sosialisasi terlebih dahulu.

Diketahui rumah yang dibongkar dengan alat berat itu merupakan milik Rimansyah (40), warga terdampak bencana retakan tanah yang melanda kawasan tersebut pada Desember 2024 lalu.

Rumah tersebut sebelumnya dihuni satu keluarga dengan empat jiwa, namun telah ditinggalkan karena rusak berat dan penghuninya mengungsi ke rumah kerabat terdekatnya.

Walaupun rumah tidak lagi disinggahi, warga keberatan karena pembongkaran dilakukan tanpa komunikasi dengan lingkungan sekitar maupun pemilik rumah.

Proyek yang berada di bawah pengawasan UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah II Sukabumi, Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jawa Barat itu, akhirnya dihentikan warga selama sekitar dua jam.

Ketua RW 08 Kampung Cisayar, Deni Supriyatna mengatakan, bahwa dirinya mengetahui peristiwa tersebut setelah mendapat laporan dari warga melalui pesan singkat dan telepon.

“Saya sedang berada di lokasi Huntap (hunian tetap) untuk warga terdampak di kampung lain, lalu banyak warga yang menghubungi. Mereka bilang ada rumah warga yang dibongkar tanpa izin menggunakan alat berat. Saya langsung ke lokasi dan ternyata benar, rumah milik Pak Rimansyah sudah hampir rata dengan tanah,” kata Deni kepada awak media, Jumat (08/08/2025).

Lebih lanjut Deni menyampaikan bahwa warga mempertanyakan sikap pihak kontraktor yang tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Apalagi, rumah tersebut masih memiliki material yang hendak dimanfaatkan kembali oleh pemiliknya.

“Ya, pemilik rumah sebenarnya ingin mengambil bata hebel dan bahan bangunan lainnya untuk digunakan kembali. Tapi karena tidak diberi tahu, rumah sudah terlanjur diratakan dengan alat berat,” ucapnya.

Dalam kejadian tersebut, Deni sempat meminta kepada operator alat berat agar menghentikan kegiatan dan menghubungi mandor proyek. Saat itu, menurut Deni, sempat terjadi adu argumen singkat karena operator sempat bersikeras telah mendapat izin, meskipun tidak dapat menunjukkan bukti.

“Saya perkenalkan diri sebagai ketua RW dan meminta kegiatan dihentikan sampai ada komunikasi resmi. Akhirnya proyek distop selama dua jam dan pihak kontraktor datang untuk berdialog dengan warga,” jelasnya.

Dari hasil pertemuan di lokasi, pihak kontraktor mengakui belum melakukan koordinasi atau pemberitahuan kepada warga, termasuk kepada RT/RW setempat. Mereka beralasan bahwa rumah tersebut harus diratakan karena berada di lokasi yang akan dipasang paku alam atau paku bumi yang berfungsi untuk penahan badan jalan.

“Kalau memang harus dibongkar, warga sebenarnya bisa paham. Tapi, komunikasikan dulu, apalagi rumah itu milik warga yang terdampak bencana. Jangan sampai pembongkaran justru menambah beban mereka,” ungkapnya.

Dalam musyawarah tersebut, pihak keluarga pemilik rumah telah berkoordinasi dengan pihak kontraktor dan warga terdampak yang rumahnya dirobohkan mendapatkan uang Rp650 ribu sampai sebesar Rp1 juta dan uang tersebut diterima langsung oleh pemilik rumah.

Proyek perbaikan jalan tersebut merupakan bagian dari penanganan kerusakan akibat bencana alam serta peningkatan akses jalan antarwilayah di Kabupaten Sukabumi.

“Namun, warga meminta agar pelaksana proyek tetap memperhatikan komunikasi dan etika sosial agar tidak menimbulkan polemik serupa,” tandasnya.

Sementara itu, tokoh pemuda Desa Mekarsari, HM Afrizal Adhi Permana (40), mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, pembongkaran tanpa sosialisasi merupakan bentuk kurangnya penghormatan terhadap hak warga.

“Walau bagaimanapun juga, itu bangunan dan tanah milik orang lain. Seharusnya ada kulo nuhun (permisi minta izin),” paparnya.

Selain itu Afrizal juga menyampaikan keraguan terkait struktur bangunan jalan yang dikerjakan. Berdasarkan informasi yang diterima warga, perencanaan proyek tidak mencakup pembangunan drainase maupun Tembok Penahan Tanah (TPT). Ia mempertanyakan alasan pemasangan bor pile ketimbang paku bumi, mengingat kondisi tanah di lokasi labil dan rawan retakan.

“Kami sudah mendorong agar pekerjaan perbaikan segera dilakukan, tapi juga meminta perencanaannya dibuka ke publik. Sampai sekarang belum ada respons dari UPTD,” cetusnya.

Afrizal menambahkan, warga bersama organisasi yang menaunginya berencana turun langsung memantau pengerjaan proyek, sekaligus menyiapkan langkah resmi mempertanyakan hal ini melalui audiensi atau aksi demonstrasi. Ia mengaku telah mengantongi sejumlah temuan dan dokumentasi di lapangan yang akan dibawa dalam pertemuan dengan pihak terkait.

“Kami melihat ada indikasi-indikasi permainan yang kurang elok. Banyak isu lain yang akan kami buka pada waktunya.
Iya, minimal dari pihak PPK-nya bisa turun dan bersosialisasi memberikan keterangan di depan masyarakat secara terbuka,” imbuhnya.

“Iya, seharusnya pihak dinas itu melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebagai tufoksinya secara terbuka, baik di kantor desa maupun di rumah warga. Bahwa, apa rencana kedepan dalam kontek perbaikan jalan akan terpakainya rumah maupun tanah warga, iya meskipuj rumahnya itu sudah tidak layak dipakai, karena terdampak bencana,” tutup Afrizal.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Mekarsari, Muhammad Ilham Maulana Kodratullah, membenarkan kejadian tersebut. Ia mengatakan, pihak desa baru menerima laporan usai kejadian terjadi.

“Kejadiannya hari Jumat kemarin, sebelum salat Jumat. Rumah warga dibongkar oleh alat berat tanpa adanya sosialisasi lebih dulu. Informasi kami terima setelah peristiwa terjadi. Warga keberatan karena bangunan itu masih bernilai, terutama material seperti bata hebel dan besi yang rencananya akan dimanfaatkan kembali,” ucap Ilham.

Berdasarkan keterangan dari laporan warganya tambah Ilham, rumah dibongkar karena berada di titik lokasi pemasangan paku bumi, sebagai bagian dari penanganan struktur tanah yang rawan longsor di sisi jalan.

“Meskipun secara teknis bangunan tersebut dianggap membahayakan jalannya proyek, seharusnya pihak kontraktor tetap berkoordinasi dengan warga maupun pemerintah desa terlebih dahulu,” bebernya.

“Warga bisa memahami bila rumah harus diratakan demi keselamatan atau kelancaran proyek. Tapi tetap harus dikomunikasikan. Karena itu menyangkut hak warga sebagai pemilik,”,tegasnya.

Aksi protes warga menyebabkan penghentian sementara pekerjaan selama kurang lebih dua jam. Setelah salat Jumat, pihak kontraktor akhirnya berdialog dengan warga dan perangkat desa untuk meredakan ketegangan.

Dari hasil pertemuan tersebut, diketahui bahwa rumah yang dibongkar memang berada di titik pemasangan paku bumi. Namun warga tetap menyayangkan karena tidak diberi kesempatan lebih awal untuk menyelamatkan sisa material bangunan.

“Bagian dinding dan struktur rumah masih bisa diambil dan digunakan. Tapi karena langsung diratakan dengan alat berat, semuanya tidak bisa dimanfaatkan lagi,” paparnya.

Ia menambahkan, bahwa pihaknya telah menyampaikan kepada kontraktor dan dinas terkait agar ke depan semua proses teknis di lapangan disertai dengan komunikasi yang baik kepada warga terdampak.

“Kami tegaskan, pembangunan jalan tidak bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan warga. Ini bukan kejadian pertama. Dulu saat awal pembetonan juga terjadi miskomunikasi. Ke depan harus ada perencanaan partisipatif dan terbuka, agar tidak menimbulkan persoalan baru,”tegas Ilham.

Proyek perbaikan jalan provinsi tersebut sudah berlangsung sekitar dua hingga tiga minggu terakhir.

“Iya, ini merupakan bagian dari penanganan infrastruktur pascabencana retakan tanah yang sempat nyaris memutus akses jalan utama wilayah selatan Sukabumi,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditayangkan, PenaKu.ID berupaya untuk melakukan konfirmasi terkait permasalahan tersebut. Namun, UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah II Sukabumi, Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jawa Barat, belum memberikan keterangan secara resmi kepada awak media.

***

Exit mobile version