Tutup
PenaOpini

Polemik E-KTP Transgender, Bagaimana Pandangan Islam?

×

Polemik E-KTP Transgender, Bagaimana Pandangan Islam?

Sebarkan artikel ini
29cfe36f 97e7 4464 af74 61c981616c05
Risma Aprilia (Aktivis Muslimah Majalengka)

Opini oleh: Risma Aprilia (Aktivis Muslimah Majalengka)

PenaKu.ID – Keberadaan kelompok transgender di Indonesia semakin menjamur, bukan lagi hitungan jari. Apalagi keberadaan mereka saat ini ingin diakui, misal dengan diberikannya kemudahan-kemudahan dalam pelayanan serta fasilitas publik. Sebab mereka kerap menemukan hambatan saat mengurus layanan publik. Terutama dalam pembuatan E-KTP.

Oleh karenanya pihak pencatatan sipil melalui Direktorat Jendral Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan akan membantu para transgender mendapatkan KTP Elektronik (KTP-el), akta kelahiran dan Kartu Keluarga (KK). Dengan syarat mencatumkan jenis kelamin sesuai aslinya, atau jika sudah berganti jenis kelamin dengan ketetapan pengadilan. Karena melihat hanya ada dua jenis kelamin yakni laki-laki atau perempuan.

Pihaknya mengaku pro aktif kepada para transgender, sehingga mau membantu mereka dalam pembuatan E-KTP, dengan mengacu pada UU No. 24 Tahun 2013 juncto UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminduk bahwa semua penduduk WNI harus didata dan harus punya KTP dan Kartu Keluarga agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik. (nasional.kompas.com, 25/4/2021).

Alasan pemerintah karena ingin menjamin hak kelompok transgender sebagai warga negara merupakan hal yang menyesatkan. Pasalnya Indonesia yang mengadopsi sistem kapitalisme, dengan asas sekularismenya memberikan jaminan kebebasan bagi setiap warga negaranya, termasuk dalam merubah jenis kelamin atau transgender.

Baca Juga:

Di mana asas sekularisme sendiri memiliki arti fasludiin ‘anil hayat (memisahkan agama dari kehidupan). Manusia mempunyai cara sendiri dalam mengatur hidupnya, tidak ingin terikat dengan peraturan agama. Sedangkan agama hanya dijadikan sebagai status kependudukan saja. Serta aturannya hanya berlaku di saat pelaksanaan ibadah-ibadah ritual semata.

Padahal tidak demikian, Islam merupakan sebuah sistem aturan kehidupan yang sempurna. Islam mempunyai seperangkat aturan dalam mengatasi setiap problematika kehidupan. Dari hal terkecil hingga terbesar, menyangkut permasalahan individu, masyarakat hingga negara.

Terkait kelompok transgender tersebut sistem Islam memandang, bahwa itu merupakan sesuatu yang bertentangan dengan syariat. Perbuatan transgender atau waria dalam Islam dikenal dengan istilah mukhannats, hukumnya adalah haram.

Transgender yang menjadi bagian dari kelompok LGBT tentu bukan hanya bicara soal statusnya namun juga perilakunya. Sebagaimana tercantum dalam hadits Rasulullah Saw, dalam hadits Abu Hurairah ra., “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki ” (HR. Ahmad).

Maka dari itu keberadaan mereka dalam sistem Islam harus segera diselesaikan. Kewajiban negara adalah dengan memberikan edukasi kepada mereka untuk segera bertaubat. Dengan memberikan pemahaman kepada mereka, terkait hadist adanya ancaman laknat oleh Rasulullah, adalah di antara ciri dosa besar. Para ulama menerangkan, “Setiap dosa yang diancam laknat Allah dan Rasul-Nya, adalah dosa besar.” (Lihat : Ad-Da’ wad Dawa’ hal. 293). Serta mengasingkan mereka dari masyarakat agar tidak dapat memberikan pengaruh negatif kepada masyarakat luas. Sampai mereka menyadari kesalahan perilakunya.

Dalam Islam ancaman menjadi LGBT adalah ta’zir, yakni tidak ditentukan Syara’ secara khusus. Namun ditentukan oleh hakim (Qadhi), misal dengan hukuman cambuk, dipenjara dan sebagainya. (Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah , 4/546).