Oleh: Drs. Kamsul Hasan, SH., M.H.
PenaKu.ID – Tidak ada kewajiban tersurat pada UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers harus cantumkan rekening bank atas nama perusahaan pers, begitu juga dengan peraturan Dewan Pers.
Pasal 9 ayat (1) intinya memberikan peluang warga negara dan negara untuk membuat perusahaan pers.
Pasal 9 ayat (2) menegaskan Perusahaannya harus berbadan hukum Indonesia. Perusahaan pers dimaksud menurut Pasal 1 angka 2 tidak boleh dicampur dengan kegiatan usaha lain.
Apa yang dimaksud badan hukum Indonesia juga tidak terinci pada UU Pers. SE 01 Dewan Pers tahun 2014 yang menjelaskan badan hukum itu harus PT, yayasan atau koperasi.
Ketentuan itu baru dikeluarkan pada 14 Januari 2014 dan berlaku per 1 Juli 2014. Sebab itu sejak 1999 sampai 2014 masih ada dan diakui perusahaan pers gunakan CV.
Salah satu alasan Dewan Pers keluarkan surat edaran adalah untuk melindungi usaha pers itu sendiri saat berhadapan dengan hukum, agar harta kekayaan pribadi tidak turut dilibatkan.
Perselisihan pendapat CV sebagai badan hukum perusahaan pers sudah tuntas. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2018 menolak CV sebagai badan hukum pers.
Soal rekening atas nama perusahaan pers memang tidak diatur secara tersurat. Namun secara tersirat dapat dikaitkan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) denda dibebankan pada perusahaan pers bukan wartawan.
Bagaimana jadinya apabila transaksi keuangan perusahaan pers masuk ke rekening pribadi sementara ada kewajiban perusahaan seperti denda pidana pers, ketenagakerjaan, perpajakan dll.
Memisahkan antara kekayaan badan hukum dan pribadi merupakan inti Pasal 9 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang diperkuat putusan MK.
Logikanya bila CV sebagai perusahaan perseorangan saja ditolak MK menjadi badan hukum pers karena bisa menyeret harta kekayaan sekutu aktif.
Bagaimana mungkin perusahaan pers yang merupakan badan hukum dengan kekayaan dipisahkan menggunakan rekening pribadi, sehingga kekayaan atau aset bercampur kembali.
Apakah kewajiban mencantumkan rekening atas nama perusahaan pers, perlu dibuat SE atau peraturan Dewan Pers untuk merinci hal tersirat pada Pasal 9 ayat (2) Jo. Pasal 12 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers ?