PenaKu.ID – Anggota Komisi VI DPR RI/Sekretaris F-PPP, Achmad Baidowi (Awiek) mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap China atas permintaannya untuk menjadikan APBN Indonesia sebagai penjamin pinjaman utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia saat ini tengah putar otak akibat bengkaknya biaya proyek atau cost overrun Kereta Api Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sebesar US$ 1,2 miliar. China pun mematok bunga utang sebesar 3,4% jauh lebih tinggi dari harapan pemerintah 2%.
Menurutnya, negosiasi penambahan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar Rp 8,3 triliun dengan pihak kreditur China perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Sebelumnya pihak kreditur meminta Pemerintah menggunakan APBN sebagai agunan atau jaminan pinjaman Kereta Cepat.
Selain itu pihak konsorsium Kereta Cepat juga meminta konsesi proyek diperpanjang hingga 80 tahun. Padahal penggunaan jaminan APBN dan perpanjangan konsesi memiliki beberapa risiko yang cukup besar terhadap keuangan negara.
“Kami menilai kenaikan biaya konstruksi atau cost overrun terjadi akibat perencanaan proyek yang kurang matang, sehingga selama proyek dijalankan terdapat kenaikan biaya bunga, biaya tenaga kerja, hingga biaya pembebasan lahan. Kondisi tersebut seharusnya sudah tercermin pada saat uji kelayakan proyek dilakukan. Kesalahan dalam perencanaan, tidak bisa hanya dibebankan kepada pihak BUMN dan pemerintah Indonesia,” ujar Awiek kepada wartawan, Minggu, 16 April.
Pihaknya juga menegaskan jika Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung secara finansial memiliki masa pengembalian investasi yang cukup panjang dan dipastikan dapat memberikan resiko yang sangat besar bagi APBN.
“Ya kan jelas, proyek ini akan memberikan beban jangka panjang bagi APBN, tentu bukan saja masa konstruksi yang menimbulkan beban, namun pada saat kereta resmi beroperasi, beban operator bisa ikut menjadi tanggungan APBN. Apalagi permintaan konsesi 80 tahun yang berarti utang akan jadi tanggungan APBN jangka panjang,” ungkap politisi yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini.
“Kami meminta agar Pemerintah waspada terhadap skenario debt trap atau jebakan utang dimana proyek yang membebani BUMN dan anggaran Negara sengaja diciptakan dengan skenario tertentu oleh pihak kreditur sehingga pengelolaan aset strategis nasional pindah ke tangan asing,” sambungnya.
Jaminan APBN untuk Kereta Cepat Bukan Solusi
Pihaknya juga menegaskan jika penjaminan utang dengan skema APBN bukan solusi ideal saat ini.
” aa ini APBN sedang mengejar target defisit wajib kembali ke bawah 3% sebelum 2024, sementara belanja perlindungan sosial, pengendalian inflasi, belanja pendidikan dan belanja rutin wajib diprioritaskan Pemerintah. Ruang fiskal jelas akan semakin tertekan jika utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung dijaminkan APBN, meski bentuknya penjaminan tetap ada risiko APBN yang terlibat dalam pembayaran bunga dan cicilan pokok apabila konsorsium Kereta Cepat mengalami kesulitan pembayaran utang,” kata dia.
Menurut anggota DPR RI dapil Madura ini pemerintah mesti dapat mendesak China agar komitmen dengan kesepakatan awal. “Harus tetap kembali kepada kesepakatan awalnya.”
“Proyek Kereta Cepat awalnya adalah Business to Business sehingga permasalahan pembengkakan biaya selama proyek berjalan dapat diselesaikan dengan mekanisme bisnis, bukan melibatkan APBN yang notabene hasil pungutan pajak masyarakat,” tegas dia.
“Proyek ini harga jual tiketnya cukup tinggi, padahal calon penumpang Kereta Cepat adalah masyarakat berpendapatan menengah ke atas yang bukan termasuk kedalam sasaran subsidi APBN,” sambungnya.
Oleh karena itu, pihaknya dan segenap Fraksi PPP DPR RI meminta kepada Pemerintah untuk menaikkan daya tawar terhadap pihak kreditur China dalam mencari jalan keluar utang Kereta Cepat.
“Kami dari Fraksi PPP meminta pemerintah sebaiknya menawarkan penjaminan melalui aset Kereta Cepat atau pemisahan risiko di PT PII. Masih banyak opsi yang rendah risiko dan tidak menimbulkan tekanan keuangan Negara khususnya ketika risiko gagal bayar tinggi. Pemerintah juga dinilai perlu terus transparan mengungkapkan kepada masyarakat konsekuensi dari tiap skema yang dipilih,” pungkasnya.
Sebagai informasi, rencana harga tiket Kereta Cepat berkisar Rp 125 ribu untuk rute terdekat dan Rp 250 ribu untuk rute terjauh. Jika Kereta Cepat menggunakan skema penjaminan APBN, timbul pertanyaan apakah penjaminan tersebut tepat sasaran?
***