PenaKu.ID – Fenomena “Hispanic Health Paradox” menjadi topik menarik di dunia kesehatan.
Warga Amerika keturunan Hispanik, termasuk mereka yang berasal dari Meksiko, Kuba, Puerto Rico, dan negara-negara lain, memiliki harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan kelompok etnis lain, meskipun mereka hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit dan akses kesehatan yang minim.
Angka kematian bayi dan risiko penyakit kardiovaskular yang seharusnya tinggi justru tidak sesuai dengan ekspektasi, sehingga menimbulkan misteri yang telah menarik perhatian para peneliti sejak lama.
Penelitian Markides dan Argumen Penolakan Hispanic Health Paradox
Misteri ini pertama kali diungkap oleh Kyriacos Markides dari University of Maine pada tahun 1986 melalui riset berjudul “The Health of Hispanics in the Southwestern United States: an Epidemiologic Paradox.”
Markides menyimpulkan bahwa faktor gaya hidup yang lebih sehat, dukungan keluarga yang kuat, serta rendahnya konsumsi rokok dan alkohol menjadi penyebab utama.
Namun, argumen tersebut menuai penolakan karena banyak kelompok etnis lain dengan gaya hidup serupa tidak menunjukkan hasil yang sama.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa fenomena statistik ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan warga Hispanik untuk kembali ke kampung halaman ketika sakit, sehingga angka kematian yang tercatat di AS menjadi lebih rendah.
Temuan Kontemporer tentang Hispanic Health Paradox
Penelitian kontemporer semakin mendukung temuan awal dengan data dari The Lancet dan laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
Laporan CDC tahun 2015 menyebutkan bahwa risiko kematian di antara kaum Hispanik 24% lebih rendah dibanding etnis lain, meskipun lebih dari 40% individu tidak memiliki asuransi kesehatan.
Studi dari Oxford University pada 2021 bahkan mengungkapkan bahwa risiko terkena kanker paru-paru pada kelompok ini lebih rendah.
Pada masa pandemi COVID-19, laporan American Heart Association (2022) menegaskan bahwa harapan hidup rata-rata kaum Hispanik mencapai 82 tahun, jauh di atas rata-rata penduduk AS.
Meski rentan terhadap penyakit seperti diabetes dan hipertensi, gaya hidup sederhana dan dukungan sosial tetap menjadi kunci keawetan hidup mereka.**