PenaKu.ID – Sengketa harta warisan adalah fenomena menyedihkan yang kerap terjadi, bahkan di dalam keluarga yang sebelumnya harmonis. Harta peninggalan yang seharusnya menjadi berkah, seringkali berubah menjadi sumber perpecahan dan konflik berkepanjangan. Kasus-kasus pertikaian ini tidak hanya terjadi di kalangan tertentu, tetapi merata di berbagai lapisan masyarakat.
Alih-alih mempererat tali persaudaraan, pembagian warisan justru sering membuka luka lama dan memicu rasa ketidakadilan. Inti masalahnya seringkali jauh lebih dalam daripada sekadar perebutan aset. Ini menyangkut rasa keadilan, pengakuan, dan sejarah hubungan antar anggota keluarga yang mungkin sudah retak sejak lama.
Perasaan Emosional dan Kurangnya Keadilan Warisan
Salah satu pemicu utama adalah faktor psikologis dan emosional. Saat seseorang berduka, mereka menjadi lebih sensitif. Jika muncul perasaan bahwa pembagian tidak adil atau ada pihak yang merasa lebih berhak namun tidak diakui, konflik mudah tersulut.
Perasaan “tidak dianggap” atau cemburu atas perhatian yang diterima ahli waris lain di masa lalu dapat meledak saat pembagian waran. Greed atau keserakahan juga memainkan peran besar, mengaburkan akal sehat dan ikatan darah.
Celah Hukum dan Komunikasi yang Buruk Warisan
Dari sisi teknis, ketiadaan surat wasiat (testamen) yang jelas dan legal adalah bencana. Tanpa panduan hukum yang mengikat, setiap ahli waris bisa memiliki interpretasi sendiri, yang seringkali didasarkan pada keinginan pribadi.
Komunikasi yang buruk semasa hidup pewaris juga berkontribusi. Janji-janji lisan yang tidak terverifikasi atau harapan yang tidak realistis di antara anak-anak seringkali menjadi bom waktu yang meledak setelah pewaris tiada.
Mencegah konflik ini membutuhkan perencanaan waris yang matang, transparan, dan melibatkan ahli hukum. Komunikasi terbuka selagi pewaris masih ada juga menjadi kunci untuk menghindari salah tafsir di kemudian hari.**












