Tutup
PenaOpini

Menggenjot Pariwisata Daerah, Bukti Moderasi Kian Meluas

×

Menggenjot Pariwisata Daerah, Bukti Moderasi Kian Meluas

Sebarkan artikel ini
Menggenjot Pariwisata Daerah, Bukti Moderasi Kian Meluas
ilustrasi (pexel)

Opini oleh Citra (Pegiat Literasi asal Kabupaten Kuningan)

PenaKu.IDPariwisata Indonesia begitu banyak pesonanya dan beragam budayanya. Sumber daya alam yang melimpah memberikan pesona tersendiri untuk memikat wisatawan berkunjung. Itulah mengapa Indonesia disebut surganya dunia, karena masih alami dan indah pemandangannya.

Beragam wisata di Indonesia, ada yang menarik di beberapa daerah seperti wisata religi, wisata kuliner, dan wisata budaya. Seperti di daerah Cirebon dan sekitarnya, banyak wisatawan yang tertarik ke sana untuk menelusuri sejarah budaya dan religinya. Kebanyakan wisatawan berasal dari luar daerah Cirebon.

Akhirnya, pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) terus berupaya mengembangkan potensi pariwisata di Kawasan Cirebon Raya agar menjadi destinasi favorit.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Benny Bachtiar menyatakan bahwa momen Idulfitri 2023, jumlah wisatawan yang ke Cirebon meningkat hingga 110 persen.

Sungguh pencapaian yang fantastik setelah pandemi selama hampir dua tahun. Banyak persiapan yang perlu diperhatikan pemerintah pusat dan setempat, seperti memberikan edukasi tentang bagaimana menjadi destinasi favorit di Cirebon; mudahnya akses jalan, dari segi infrastruktur; tempat wisata yang nyaman dan bersih; dan sebagainya. Terutama yang menjadi destinasi favorit, yaitu Gedung Creative Center, Kampung Arab, Keraton Kacirebonan, dan Gua Sunyaragi. (Antarnews, 5/5/2023).

Lantas, berhasilkah Pemprov Jabar yang berkolaborasi dengan Pemda Cirebon dalam meningkatkan pariwisata sekitar Cirebon? Apa yang dilakukan Pemprov dalam hal ini? Jawabannya, sudah dipersiapkan segala sesuatunya agar tercapai tujuan intinya. Namun, apakah akan menyejahterakan rakyat? Belum tentu.

Rakyat belum mengetahui sepenuhnya rencana ini, hanya diajak bekerja sama untuk mempersiapkan daerah wisata, agar nyaman dikunjungi dan ramai pengunjung.

Dibalik Percepatan Pariwisata

Pariwisata menjadi salah satu sumber pemasukan yang menguntungkan. Percaya atau tidak, pundi-pundi yang dihasilkan lebih banyak dan bisa memajukan daerah secara khusus. Makanya, berbagai akses transportasi dipermudah untuk memperlancar menuju kawasan, salah satunya dibangun tol Cisumdawu (Cirebon, Sumedang, Dawuan).

Tol Cisumdawu memang diperuntukkan untuk mempercepat konektivitas antara Bandung dan Cirebon, serta meningkatkan mobilitas orang dan barang antara kedua kota tersebut.

Tol sepanjang 61,5 km memiliki rute Cileunyi-Padalarang-Subang-Indramayu-berakhir di gerbang tol Palimanan Cirebon. Sehingga perjalanan Bandung-Cirebon hanya ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam saja.

Sayangnya, keberadaan tol Cisumdawu memiliki dampak negatif di tengah masyarakat, yaitu sosial dan lingkungan. Ditatanan sosial, masyarakat kehilangan lahan produktifnya, karena kebanyakan dari mereka adalah petani. Hasilnya, mereka menganggur, dan harus berpikir keras untuk mendapatkan pekerjaan.

Selanjutnya adalah dampak lingkungan, seperti kerusakan hutan, perubahan ekosistem, dan peningkatan polusi udara dan suara. Banyak warga yang mengeluhkan banjir lebih mudah menerpa, karena tidak adanya sumber resapan yang memadai. Hasilnya, mereka pun pasrah dengan kondisi yang ada.

Dampak yang lebih terasa, para pedagang UMKM sekitar jalan Cadas Pangeran yang semakin hari semakin sepi. Banyak pengguna jalan melewati tol, karena lebih cepat dari sisi waktu.

Direktur Utama PT Citra Karya Jabar Tol (CKJT) Jusuf Hamka dan Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir berkomitmen untuk menarik para UMKM pindah ke rest area dalam waktu cepat. Tetapi porsi yang diberikan sekitar 30%-40%, sisanya tentu akan menggandeng swasta.

Fakta di atas menunjukkan bahwa moderasi semakin meluas hingga ke daerah, tidak hanya berkaitan agama, tetapi sudah ke ranah infrastruktur. Maksudnya bahwa adanya jalan tengah antara agama dan kehidupan. Di mana menurut mereka (orang-orang liberal) bahwa agama diturunkan secara moderat dan mengedepankan sifat tengahan (wasathiyah). Tinggal bagaimana perilaku dari pemeluk agama tersebut agar selaras, yakni berperilaku moderat.

Maka, perlu ditopang dengan infrastruktur yang memadai, agar ide moderasi sampai ke pelosok daerah. Serta menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai aturan tatanan masyarakat. Dari moderasilah, antarmasyarakat bisa saling menghargai antarbudaya, antaragama, sebab mengedepankan sikap toleransi.

Itulah kelak terjadi di daerah Cirebon, daerah yang akan semakin deras akan ide moderasi. Berawal dari moderasi agama, lama-kelamaan akan melebar ke infrastrukstur, karena saling mendukung dan keterkaitan. Umat diminta tidak terlalu fanatik akan agamanya, dan tidak mau bekerja sama dengan asing (swasta). Padahal ketika akan mempercepat pertumbuhan ekonomi perlu adanya kerja sama, baik di bidang pariwisata maupun jalan tol.

Memang benar adanya, aturan yang berlaku sekarang yaitu demokrasi, berasal dari sistem kapitalisme. Di mana pariwisata masih menjadi prioritas utamanya, dengan memanfaatkan keragaman budaya, keunikan tradisi, dan kulinernya, sebagai sektor yang cukup menonjol dalam menambah pendapatan negara. Sebab tujuan utamanya mementingkan keuntungan materi.

***