Uncategorized

Menanti Nyanyian Umbara Melalui Jalan Justice Collaborator.

IMG 20210402 WA0397
Aa umbara sutisna

Opoini : Moch Galuh Fauzi, Direktur Eksekutif Sundanesia Digdaya Institute (SDI)

PenaKu.ID – Bak petir di siang bolong, teka-teki status hukum Aa Umbara terjawab sudah setelah KPK menggelar konfrensi pers dan menyampaikan status hukum beserta pasal yang disangkakan.

Namun publik tidak begitu kaget mengingat beberapa minggu sebelumnya telah beredar surat pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap Andri Wibawa yang tak lain ialah anak Aa Umbara menjadi headline berita di KBB bahkan nasional. Apalagi di dalam surat tersebut menyatakan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Andri bersama-sama Aa Umbara dan M. Totoh. Artinya surat tersebut menegaskan bahwa Andri tidak sendiri, ada unsur penyelenggara negara dalam hal ini bupati dan pengusaha yang sudah tidak asing lagi nama dan sepak terjangnya di KBB yakni M. Totoh alias H. Totoh.

Ada adagium yang mengatakan bahwa ketika sudah masuk tahap penyidikan di KPK, rasanya nyawa sudah ada di ujung leher.

Bagaimana tidak, di dalam UU KPK Nomor 19 tahun 2019 Pasal 12 ayat (2) huruf d menyatakan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya, apalagi apabila suatu perkara sudah dalam tahap penyidikan maka KPK berhak melakukan penahanan.

Selain itu, pasal 40 ayat (1) KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Hal ini diperjelas dengan isi ayat (2) bahwa penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.

Yang perlu menjadi catatan khusus ialah pada ayat (4) yang menyatakan bahwa penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan KPK apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Pada ayat (4) sudah menjelaskan bagaimana lemahnya posisi seseorang apabila status hukum di KPK sudah masuk tahap penyidikan. Meski ada klausul bahwa KPK bisa menghentikan proses penyidikan yang tidak selesai dalam 2 tahun, tetapi di ayat (4) penyidikan bisa dilanjutkan di kemudian hari apabila ditemukan bukti baru.

Tentunya terlepas dari fakta hukum di atas, kita tetap harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi : ‘Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap’.

Baca Juga:

Pasal ini secara gamblang menyadarkan kita bahwa setiap warga negara yang masih berada dalam proses penanganan hukum tidak serta merta dikatakan bersalah sebelum hakim di pengadilan menetapkan orang itu bersalah.

Untuk kita ketahui bersama bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Cerita seperti Umbara memang bukan kali pertama, tingginya tingkat kepercayaan terhadap KPK acap kali mengikis objektifitas masyarakat untuk berpegang pada asas praduga tak bersalah, sanksi sosial kerap kali muncul mendahului vonis hakim.

Ironinya kasus yang menimpa Bupati KBB sudah seharusnya menjadi bahan renunangan untuk seluruh pejabat di KBB, setelah bupati sebelumnya terkena OTT KPK, kini Bupati yang sedang menjabat pun terancam bernasib serupa.

Sudah barang tentu kita patut mengutuk keras perilaku koruptif dengan modus apapun dan upaya berbenah itu bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja, melainkan masyarakat pun harus terus mengawasi dan turut serta membangun KBB.

Demi dan untuk kebaikan bersama, kita menanti hasil penggeledahan di beberapa OPD/SKPD yang dilakukan oleh KPK beberapa waktu yang lalu. Publik pun berharap banyak kepada Aa Umbara agar meninggalkan legacy kepada masyarakat dengan melakukan upaya bersih-bersih dari luar melalui jalan menjadi justice collaborator mengingat posisinya sangat memungkinkan untuk melakukan justice collaborator yang juga akan berdampak keringanan hukum bagi Umbara.

Sembari menanti perkembangan penyidikan KPK, sudah seyogyanya kita menahan diri untuk tidak menghakimi dan tetap menjaga asas praduga tak bersalah sampai keluarnya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) jatuh pada Aa Umbara beserta anak dan pengusaha yang terlibat.

Exit mobile version