PenaKu.ID – Sikap merasa paling tersakiti atau ‘korban’ dalam sebuah situasi dapat menjadi jebakan psikologis yang berbahaya. Individu yang terus menerus memposisikan diri sebagai pihak yang menderita seringkali tanpa sadar menolak tanggung jawab atas peran mereka dalam konflik atau masalah yang terjadi.
Fokus berlebihan pada luka diri menghalangi mereka untuk melihat gambaran yang lebih besar, termasuk kontribusi diri sendiri terhadap situasi yang menyakitkan. Alih-alih mencari solusi atau penyembuhan, energi mereka habis untuk memvalidasi rasa sakit, yang pada akhirnya memperpanjang penderitaan.
Orang yang Merasa Paling Tersakiti Menghindari Tanggung Jawab Diri
Mencari simpati dan pembenaran dari orang lain seringkali menjadi tujuan utama bagi mereka yang merasa paling tersakiti. Ironisnya, sikap ini justru bisa membuat orang di sekitar merasa lelah dan menjauh, yang kemudian hanya akan memperkuat keyakinan mereka bahwa dunia tidak adil dan mereka adalah korban sejati.
Untuk keluar dari lingkaran setan ini, dibutuhkan kesadaran diri dan keberanian untuk mengakui bahwa setiap orang memiliki andil dalam dinamika hubungan.
Langkah Menuju Penyembuhan Sejati untuk Orang yang Merasa Paling Tersakiti
Penyembuhan sejati dimulai ketika seseorang berhenti mengukur nilai diri dari seberapa besar rasa sakit yang mereka alami. Beranjak dari status ‘korban’ menuju ‘penyintas’ memerlukan pergeseran fokus dari rasa sakit masa lalu ke tindakan konstruktif di masa kini.
Daripada memegang teguh luka lama, belajarlah untuk memproses emosi tersebut dan mengambil kendali atas respons Anda. Dengan demikian, Anda dapat membangun kekuatan emosional yang jauh lebih stabil dan tahan banting.**
