PenaKu.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi di awal pekan. Pada perdagangan Senin siang, IHSG terpantau anjlok sekitar 1,5% ke level 7.830-an, dipicu tekanan jual asing dan kekhawatiran atas pelemahan rupiah.
Menurut data Reuters (1/9/25), rupiah bergerak di kisaran Rp16.460–Rp16.500 per dolar AS setelah sempat tertekan tajam akhir pekan lalu. Kondisi ini membuat pelaku pasar bersikap lebih hati-hati.
“Bank Indonesia aktif melakukan stabilisasi rupiah melalui intervensi di pasar spot, DNDF, hingga pembelian obligasi negara di pasar sekunder,” ujar Deputi Gubernur BI, dikutip dari Reuters (1/9/25).
Aksi Massa Ikut Tekan Sentimen IHSG
Tak hanya faktor global, ketidakpastian politik dalam negeri juga ikut membayangi pasar. Laporan Reuters (1/9/25) menyebut aksi protes di Jakarta membuat investor cenderung menahan diri. Pemerintah menegaskan fundamental ekonomi tetap kuat dan tengah menyiapkan insentif fiskal untuk menjaga daya tarik pasar modal Indonesia.
Kebijakan BI Jadi Penopang
Meski pasar goyah, arah kebijakan moneter memberi harapan. Pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2025, BI kembali memangkas suku bunga acuan 25 basis poin, menjadi sekitar 5,00%, setelah pemangkasan pada bulan sebelumnya. Langkah ini diambil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, yang proyeksinya dinaikkan ke 4,6–5,4% (Reuters, 22/8).
Sementara itu, inflasi Indonesia pada Juli 2025 tercatat 2,37% year-on-year (BPS, 1/8/25), masih berada dalam target BI.
Arus Modal Asing
Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan, investor asing melakukan net sell lebih dari Rp1 triliun pada perdagangan akhir pekan lalu. Secara year-to-date 2025, posisi asing masih cenderung net sell, meski beberapa saham unggulan seperti perbankan besar (BBCA) sempat mencatat net buy (IDX Release).
Outlook IHSG ke Depan
Analis menilai arah IHSG dalam jangka pendek akan sangat dipengaruhi oleh:
- Stabilitas rupiah dan efektivitas intervensi BI.
- Perkembangan politik domestik pasca unjuk rasa.
- Arus modal asing, khususnya di saham-saham berkapitalisasi besar.
Dengan volatilitas yang masih tinggi, pelaku pasar disarankan untuk selektif, terutama pada sektor-sektor defensif dan emiten yang diuntungkan pelemahan rupiah.**