PenaKu.ID – Ketegangan bersenjata antara Thailand dan Kamboja memasuki hari ketiga dengan situasi makin genting.
Bentrokan Thailand dan Kamboja yang dipicu ledakan ranjau darat pada 24 Juli 2025 telah merenggut sedikitnya 33 nyawa dan memaksa lebih dari 168.000 warga sipil mengungsi ke tempat yang dianggap lebih aman.
Kini, wilayah perbatasan sepanjang 800 km berubah bak medan tempur.
Ledakan Ranjau dan Dampak Awal Perang Perbatasan Thailand dan Kamboja
Pada Kamis (24/7/2025), ranjau darat melukai lima tentara Thailand, menandai eskalasi konflik yang selama ini relatif terkendali.
Desa-desa di Provinsi Trat (Thailand) dan Provinsi Koh Kong (Kamboja) langsung menjadi target baku tembak, memaksa sekolah dan fasilitas publik ditutup demi keselamatan warga.
Korban Jiwa dan Krisis Pengungsi Akibat Perang Perbatasan Thailand dan Kamboja
Sejak hari pertama, jumlah korban terus bertambah. Selain 33 tewas, ratusan lainnya mengalami luka serius.
Gelombang pengungsi melonjak, dengan ribuan keluarga menumpang di gedung sekolah kosong, aula desa, dan pusat kesehatan darurat. Kondisi ini memicu kekhawatiran WHO dan lembaga kemanusiaan soal risiko wabah penyakit.
Pemerintah kedua negara saling tuduh memulai agresi. Kamboja mengklaim artileri Thailand menembaki wilayah Pursat, sementara Thailand menyebut Kamboja menggunakan roket untuk menyerang permukiman. Akibatnya, kecaman internasional makin keras.
Dewan Keamanan PBB menyerukan de‑eskalasi dan gencatan senjata. ASEAN, dipimpin Malaysia, menawarkan diri sebagai mediator. Namun, Thailand menegaskan niat damai hanya jika Kamboja menahan diri. Sementara itu, perundingan belum menemukan titik temu, dan warga perbatasan masih menanggung derita.
Konflik ini bukan sekadar perseteruan militer, tetapi ancaman krisis kemanusiaan. Pengawasan internasional dan bantuan darurat mutlak diperlukan agar warga sipil tidak terus menjadi korban.**