PenaKu.ID – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) melaporkan kinerja keuangan yang masih tertekan hingga kuartal III tahun 2025. Maskapai penerbangan pelat merah ini mencatat rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 182,54 juta, atau setara dengan Rp 3,04 triliun (kurs Rp 16.640).
Angka kerugian ini menunjukkan pembengkakan sebesar 39,3% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Kenaikan rugi ini terjadi di tengah upaya perseroan untuk terus memperbaiki kinerjanya pasca restrukturisasi utang.
Analisis Pendapatan dan Beban Usaha Garuda Indonesia
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan usaha perseroan hingga akhir September 2025 mengalami penurunan. Total pendapatan tercatat US$ 2,39 miliar, turun dari US$ 2,56 miliar pada kuartal III 2024. Penurunan ini terutama disumbang oleh pendapatan penerbangan berjadwal yang turun menjadi US$ 1,84 miliar.
Di sisi lain, GIAA berhasil menekan total beban usaha menjadi US$ 2,29 miliar dari sebelumnya US$ 2,38 miliar. Namun, efisiensi ini belum cukup untuk menutupi penurunan pendapatan dan beban lainnya.
Faktor Penekan dan Kinerja Keuangan Garuda Indonesia
Meskipun beban usaha turun, GIAA masih menanggung beban keuangan yang signifikan sebesar US$ 372,8 juta. Beban inilah yang menjadi salah satu penekan utama kinerja bottom-line perseroan. Akibatnya, rugi sebelum pajak penghasilan membengkak menjadi US$ 211,7 juta dari US$ 148,06 juta pada tahun sebelumnya.
Meski demikian, ada beberapa catatan positif, seperti keuntungan dari selisih kurs bersih yang berbalik untung US$ 14,7 juta dari sebelumnya rugi US$ 7,5 juta, serta kenaikan pendapatan keuangan. Dari sisi neraca, total aset GIAA tercatat naik tipis menjadi US$ 6,75 miliar per September 2025.**
