Peristiwa

G30S/PKI: Setengah Abad Lebih, Luka Bangsa Belum Terobati

G30S/PKI: Setengah Abad Lebih, Luka Bangsa Belum Terobati
G30S/PKI: Setengah Abad Lebih, Luka Bangsa Belum Terobati. (Foto: istimewa)

PenaKu.ID – Lebih dari lima dekade berlalu, peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) masih menyisakan trauma mendalam dan perdebatan panjang di Indonesia. Tragedi yang bermula dari penculikan serta pembunuhan tujuh perwira tinggi Angkatan Darat itu memicu gelombang kekerasan massal terhadap warga yang dituduh terhubung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Catatan Encyclopaedia Britannica menyebutkan, aksi kelompok yang menamakan diri Gerakan 30 September berlangsung pada malam 30 September hingga dini hari 1 Oktober 1965. Sejumlah perwira, termasuk Letnan Jenderal Ahmad Yani, diculik. Sebagian korban kemudian ditemukan tewas di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Pasca-kejadian, Angkatan Darat di bawah kendali Mayor Jenderal Soeharto segera mengambil alih situasi. Narasi resmi pemerintah menuding PKI sebagai dalang kudeta, yang kemudian membuka jalan bagi penangkapan dan pembunuhan massal di berbagai wilayah. Sejarawan memperkirakan ratusan ribu orang menjadi korban, meski jumlah pasti hingga kini masih diperdebatkan.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, dalam laporan penyelidikan tahun 2012, menegaskan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat yang bersifat sistematis pada periode 1965–1966. Komnas HAM mendesak negara untuk membuka kebenaran sejarah sekaligus memberikan keadilan bagi keluarga korban. Namun, rekomendasi itu belum kunjung ditindaklanjuti.

G30S/PKI Trauma Politik

Dorongan serupa juga datang dari dunia internasional. Human Rights Watch dan Amnesty International menilai tragedi 1965–1966 mengandung unsur kejahatan terhadap kemanusiaan. Kedua lembaga itu menyerukan rekonsiliasi, reparasi, serta pembukaan arsip agar publik memperoleh gambaran utuh.

Selain faktor internal, dokumen yang dideklasifikasi pemerintah Amerika Serikat turut mengungkap adanya keterlibatan aktor internasional, setidaknya dalam bentuk dukungan informasi kepada militer Indonesia. Fakta tersebut semakin memperumit narasi sejarah yang berkembang.

Tragedi G30S/PKI bukan sekadar catatan kelam masa lalu, melainkan juga cermin trauma politik yang membekas lintas generasi. Hingga hari ini, tuntutan akan kebenaran dan rekonsiliasi masih terus disuarakan keluarga korban dan aktivis hak asasi manusia.***

Exit mobile version