Kesehatan

Dinkes Kab. Sukabumi Sebut Seluruh Dapur SPPG MBG Belum Kantongi SLHS

IMG 20251006 WA0107
Foto Istimewa: Kabid Pengawasan Perbekalan Kesehatan dan Makanan Minuman (PPMM) pada Dinkes Kabupaten Sukabumi, dr. Hj Solitaire Ram Mozes Saat di Wawancara PenaKu.ID.

PenaKu ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan program unggulan pemerintah terus menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Saat ini perhatian publik tertuju kepada aspek kelayakan dan higienitas dapur penyedia pangan yang beroperasi di bawah naungan Satuan Pelaksana Program Pemerintah Gizi (SPPG). Pasalnya, hingga awal Oktober 2025, seluruh dapur SPPG MBG di Kabupaten Sukabumi belum ada satu pun yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, melalui Kabid Pengawasan Perbekalan Kesehatan dan Makanan Minuman (PPMM) pada Dinkes Kabupaten Sukabumi, dr. Hj Solitaire Ram Mozes menyampaiakan, bahwa proses penerbitan SLHS masih berlangsung dan membutuhkan tahapan yang cukup ketat.

“Berdasarkan hasil rapat koordinasi di Pendopo Sukabumi yang berlokasi di wilayah Kota Sukabumi, total dapur SPPG yang sudah beroperasi mencapai 191 unit, sementara 8 dapur lagi baru akan launching. Dari total kuota Kabupaten Sukabumi sebanyak 289 dapur. Ironisnya belum ada satu pun yang sudah mengantongi SLHS. Semuanya itu masih berproses,” kata dr. Solitaire saat di wawancara PenaKu.ID, Senin (6/10/2025).

Lanjut dia, Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh instansi kesehatan daerah sebagai bukti bahwa suatu tempat pengolahan makanan telah memenuhi standar sanitasi dan keamanan pangan sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan. Sertifikat ini wajib dimiliki oleh seluruh penyedia jasa boga, termasuk dapur pelaksana Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Untuk memperoleh sertifikat SLHS, setiap dapur SPPG MBG wajib memenuhi lima komponen utama, yakni surat keterangan SPPG, layout atau denah dapur, hasil uji laboratorium, inspeksi kesehatan lingkungan, dan Sertifikat Penjamah Keamanan Pangan (PKP),” bebernya.

“Nah, Lima komponen ini sifatnya wajib. Tanpa kelima dokumen itu, SLHS tidak bisa diterbitkan, karena semuanya terkait dengan standar kelayakan pangan dan sanitasi,” tegasnya.

Selain dapur sambung dia, para penjamah makanan. Yakni, seluruh pihak yang terlibat langsung dalam proses penyediaan makanan MBG, mulai dari pengolah bahan mentah hingga pengantar makanan, juga diwajibkan memiliki Sertifikat Penjamah Keamanan Pangan (PKP).

“Adapun proses sertifikasi ini dilakukan secara digital, melalui ujian yang diakses lewat gawai masing-masing peserta. Ujian dilakukan secara online. Nilai kelulusan minimal 70 poin. Jika hasilnya memenuhi standar, maka sertifikat PKP bisa langsung diterbitkan secara otomatis,” jelas Solitaire.

“Sertifikat tersebut menjadi bagian integral dari proses penerbitan SLHS. Tanpa sertifikat PKP, dapur MBG dianggap belum memenuhi standar kelayakan,” jelasnya.

Menanggapi pertanyaan soal keberlanjutan operasional dapur MBG yang belum bersertifikat, dr. Solitaire menyebutkan, bahwa kewenangan keputusan berada di pihak BGN (Badan Gizi Nasional).

“Kami menghargai dapur-dapur yang masih berproses. Tidak serta-merta diberhentikan, selama ada komitmen perbaikan dan memenuhi tahapan yang sudah ditentukan,” paparnya.

Namun ia menegaskan, kepemilikan SLHS bukan akhir dari proses pengawasan. Setelah sertifikat terbit, Dinas Kesehatan tetap akan melakukan pemantauan berkala setiap enam bulan, termasuk uji laboratorium ulang dan inspeksi sanitasi untuk memastikan mutu makanan tetap terjaga.

“SLHS berlaku enam bulan, dan setelah itu harus diperbarui. Kami tetap melakukan pengawasan, pengendalian, serta evaluasi lapangan agar keamanan pangan untuk anak-anak penerima manfaat MBG benar-benar terjamin,” ucapnya.

Kondisi seluruh dapur yang belum bersertifikat ini menimbulkan pertanyaan publik, terutama di tengah temuan lapangan mengenai kualitas makanan yang sempat dikeluhkan orang tua siswa di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi.

Pihak Dinkes mengakui adanya tantangan dalam penyesuaian standar higienitas, terutama pada tahap awal pelaksanaan MBG. Namun, Solitaire memastikan upaya peningkatan mutu terus dilakukan.

“Program MBG ini baru berjalan, jadi wajar masih ada proses penyesuaian. Kami di Dinas Kesehatan terus mendampingi, agar semua dapur bisa segera memenuhi standar SLHS dan memastikan keamanan konsumsi anak-anak,” pungkasnya.

***

Exit mobile version