PenaKu.ID – Perkembangan terbaru hubungan Amerika Serikat (AS) dan Iran kembali memanas setelah Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyatakan tuntutan tegas kepada AS.
Menurutnya, negosiasi nuklir tidak akan berlanjut jika AS belum memberikan kompensasi finansial atas serangan militer pada 21 Juni 2025 lalu.
Sejak serangan itu, ketegangan kedua negara meningkat drastis. Araghchi menegaskan, kerusakan yang ditimbulkan pada tiga fasilitas nuklir Iran wajib diganti oleh AS sebelum meja perundingan dapat dibuka kembali.
Pernyataan ini diungkapkan dalam wawancara dengan Financial Times dan dikutip Fox News pada 2 Agustus 2025.
Alasan Araghchi Menuntut Kompensasi AS
Menurut Araghchi, kompensasi bukan hanya bukti itikad baik, tetapi juga pengakuan resmi atas pelanggaran kedaulatan Iran.
Ia menegaskan, “AS harus memberi kompensasi kepada Iran atas kerusakan yang telah mereka lakukan dan menjelaskan alasan melakukan serangan di tengah proses negosiasi.”
Tanpa kejelasan ini, kepercayaan diplomatik sulit dibangun kembali.
Kemampuan Nuklir Iran Setelah Serangan tanpa Kompensasi AS
Meski mengalami kerugian, Iran menegaskan tetap mampu memperkaya uranium dan menghidupkan kembali program nuklirnya kapan saja.
“Bangunan dapat dibangun kembali, mesin diganti, karena teknologinya sudah ada dan kami memiliki banyak ilmuwan serta teknisi,” kata Araghchi. Hal ini menunjukkan bahwa Iran tidak akan melemah meski fasilitasnya sempat hancur.
Pergeseran sikap Tehran ini menegaskan bahwa negosiasi hanya akan terjadi jika AS menunjukkan itikad baik melalui kompensasi dan jaminan tidak mengulangi serangan.
Sementara itu, data pemerintah Iran menyebutkan bahwa AS menyerang tiga fasilitas nuklir utama, sedangkan Israel turut melumpuhkan sistem pertahanan udara dan menewaskan ratusan ilmuwan. Situasi ini menegaskan bahwa hubungan kedua negara masih sangat rentan.