PenaKu.ID Adanya bencana yang menimpa negeri dan sebagia belajhan dunia, virus covid-19 memaksa pemerintah harus melakukan refocusing anggaran yang telah ditetapkan guna menangani pandemi covid-19.
Dari data, Asep Muhidin, S.H. menyampaikan bahwa Kabupaten Garut mengalokasikan anggaran hingga Rp562.731.129.133.00,- dengan realisasi pada November 2020 sebesar 40%. Di mana jumlah pasien yang terkonfirmasi covid-19 dari 3 Maret 2020 (kasus pertama adanya terkonfirmasi) sampai dengan 15 November 2020 mencapai 2.089 orang, dan korban meninggal tercatat 23 orang.
“Bahwa Inspektorat telah berkoordinasi dengan BPK dalam memantau perkembangan tidak lanjut hasil pemeriksaan BPK tahun-tahun sebelumnya.”
“Sampai dengan semester I tahun 2020, terdapat 375 temuan sebesar Rp94.698.846.443,88, – dengan 910 rekomendasi sebesar Rp79.492.042.986,08-. Tindak lanjut yang telah sesuai ditindaklanjuti sebanyak 727 rekomendasi sebesar Rp31.804.256.865,46- telah ditindaklanjuti, namun belum sesuai rekomendasi sebanyak 135 rekomendasi sebesar Rp35.434.239.816,22- belum ditindaklanjuti sebanyak 46 rekomendasi sebesar Rp12.111.469.800,36- dan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah sebanyak 2 rekomendasi sebesar Rp39.008 326 559.06-,” sebut Asep dikutip dari hasil pemeriksaan exsternal pemerintah.
Sementara, Asep Muhidin, S.H., menyoroti kinerja daripada Aparat Pengawas Intern (APIP) yang seharusnya bisa melaksanakan amanat sesuai dengan PP 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
“Bahwa lahirnya PP 12/2017 ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 353 dalam rangka memberi kepastian hukum terhadap tata cara pengenaan sanksi administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 383 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” jelas Asep yang akrab disapa Apdar.
Selain itu, sambungnya, bunyi Pasal 27 ayat (1) PP ini menyebutkan Kepala daerah, wakil kepala daerah, dan kepala Perangkat Daerah wajib melaksanakan tindak Lanjut hasil pembinaan dan pengawasan. Nah dalam Pasal 27 ayat (5) harus dilaksanakan dan difahami bahwa “tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), untuk hasil pembinaan dan pengawasan yang tidak terkait dengan tuntutan perbendaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah hasil pembinaan dan pengawasan diterima.” Jadi cukup jelas tindakan hukum daripada penyelenggara negara ini.
“Kalau waktunya lebih, tentunya APIP atau Inspektorat harus berkoordinasi atau mungkin saja melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Nah ini apakah dilaksanakan atau tidak sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum administrasi yang menggerakan tata usaha negara atau pejabat penyelanggaran negara dalam melakukan tindakan hukum,” sebutnya.
Perlu diketahui, sambungnya, PP ini menegaskan, Kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah yang melakukan pelanggaran administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dijatuhi sanksi administratif oleh oleh Presiden, Menteri, dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya setelah dilakukan verifikasi dan/atau pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran dimaksud.
“Sanksi administratif yang dijatuhkan merupakan tindak lanjut hasil Pengawasan Penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan sebagai bagran dari pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,” bunyi Pasal 37 ayat (3) PP ini.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. teguran tertulis; b. tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan; c. tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan; d. penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah; e. pengambilalihan kewenanganperiainan; f. penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil; g. mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan; h. pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau i. pemberhentian.
Asep berharap hal itu tidak tersebut dijadikan alat untuk melakukan presur [tekanan] kepada lembaga/orang yang diperiksa (audite) yang ujung-ujungnya damai dengan angka.
“Namun saya percaya dan yakin atas kepemimpinan Inspektur sekarang hal tersebut semoga hanya sebuah kabar angin, bukan fakta,” Kata dia.
(AFD)