PenaPeristiwa

Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat Ontrog KPU

Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat Ontrog KPU

PenaKu.ID – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung Barat (KBB), pada Selasa (3/12/2024).

Pantauan di lokasi, Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat yang terdiri dari pelajar, santri, ulama, hingga kalangan muda dari berbagai wilayah itu memulai aksinya dengan konvoi dari Gedung HBS Cimareme menuju kantor KPU KBB di Jalan Padalarang-Purwakarta, Desa Tagogapu, Kecamatan Padalarang, KBB, Jawa Barat.

Dalam aksinya, Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat membawa poster bergambar calon bupati Jeje Richie Ismail dengan latar uang pecahan Rp 50 ribu serta poster bertuliskan “Oligarki Perusak Demokrasi” yang menampilkan sosok Raffi Ahmad.

Mereka menyampaikan orasi, menuntut penegakan hukum atas dugaan politik uang (money politics) dalam Pilkada Serentak 2024.

Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat Minta Adili Pelaku

Koordinator aksi Aliansi Masyarakat Bandung Barat Menggugat, Dudi Firmansyah, mendesak aparat berwenang menangkap dan mengadili calon bupati, wakil bupati, serta pelaku lain yang terlibat dalam praktik politik uang.

Ia juga meminta KPU KBB menggelar pemilihan ulang di seluruh 2.562 tempat pemungutan suara (TPS) di 16 kecamatan Kabupaten Bandung Barat.

“Kami mendesak aparat menangkap dan mengadili para pelaku politik uang. Pemungutan suara ulang penting dilakukan karena hasil Pilkada kali ini sudah tercemar oleh praktik tersebut. Demokrasi telah ternodai,” tegas Dudi yang juga mahasiswa Bandung Barat.

Dudi menambahkan bahwa praktik politik uang tidak hanya merugikan peserta pemilu yang jujur, tetapi juga masyarakat luas.

Ia menyebut, demokrasi yang seharusnya menghasilkan pemimpin berkualitas justru terancam oleh pemimpin yang terpilih melalui cara-cara tidak etis.

“Pemimpin yang terpilih karena politik uang cenderung rentan terhadap korupsi. Ini adalah penghinaan terhadap rakyat Kabupaten Bandung Barat,” lanjutnya.

Menanggapi tuntutan massa, Ketua KPU Bandung Barat Ripqi Ahmad Sulaeman menjelaskan bahwa pihaknya hanya bisa bertindak atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami memastikan proses pemungutan suara dan rekapitulasi berjalan sesuai aturan. Dugaan pelanggaran seperti politik uang memiliki mekanisme yang harus dilaporkan ke Bawaslu. Jika ada rekomendasi, kami siap menindaklanjuti,” ujarnya.

Data Pelanggaran Pilkada Bandung Barat

Sebagai informasi, Bawaslu mencatat 13 kasus pelanggaran selama masa kampanye hingga pencoblosan, meliputi netralitas aparat, penggunaan fasilitas negara, dan politik uang.

Dari total 13 kasus tersebut, tiga di antaranya merupakan pelanggaran pidana pemilu yang telah dihentikan karena tidak memenuhi unsur pidana.

Untuk dugaan politik uang, Bawaslu telah menangani 10 kasus, dengan 8 berasal dari laporan masyarakat dan 2 hasil penelusuran.

Kasus ini terjadi di Kecamatan Lembang, Cipongkor, Cihampelas, Cililin, dan Padalarang. Bawaslu berkomitmen menangani kasus-kasus ini secara profesional sesuai regulasi yang berlaku.

Aksi unjuk rasa yang berlangsung selama beberapa jam di kantor KPU Bandung Barat sempat memanas dengan pembakaran larangan dan aksi saling dorong karena absennya Ketua KPU dalam menemui massa aksi.

Namun, aksi tersebut berakhir tanpa insiden besar setelah tuntutan disampaikan secara resmi.

**

Exit mobile version