Tutup
PenaPeristiwa

AMPI Prihatin dengan 13 Ribu Buruh Tergerus PHK di Kala Pandemi

×

AMPI Prihatin dengan 13 Ribu Buruh Tergerus PHK di Kala Pandemi

Sebarkan artikel ini
IMG 20200804 WA0116
IMG 20200804 WA0116
H. Dadang Risdal Aziz (ke dua dari kanan) saat mengikuti Forum.

PenaKu.ID – Sekretaris DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Kabupaten Bandung, H. Dadang Risdal Aziz, merasa prihatin dan bersimpati mendengar ada 13 ribu buruh korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan dengan alasan terdampak covid 19.

Dadang mengemukakan, semestinya pihak perusahaan tidak semena-mena kepada kaum buruh meski pun situasi perekonomian mengalami kelesuan akibat pandemi.

Ia mengatakan perusahaan itu harus Contingensi Plan atau rencana darurat jauh hari sebelumnya. Karena perusahaan yang baik pasti memiliki manajemen resiko untuk dapat mengelola segala kemungkinan terburuk akibat baik dari sisi internal maupun eksternal, termasuk akibat pandemi ini.

“Jadi bukan memutuskan PHK sepihak kepada buruhnya, sehingga dalam hal ini justru buruh yang dikorbankan. Seharusnya perusahaan berusaha mencari jalan lain agar perusahaan tetap berjalan meski tertatih, contoh solusi terbaik adalah dengan mengurangi produksi, jam kerja, shift, hingga giliran kerja pada buruh tanpa harus melakukan PHK,” katanya di Pemkab Bandung, Selasa (4/8/2020).

Ditambahkan Dadang, sesuai aturan Undang-Undang No 13 tahun 2003, pasal 151 ayat 1, menyatakan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sementara dalam pasal 152 ayat 1 juga diatur bahwa PHK harus mendapatkan penetapan dari Lembaga penyelesaian hubungan industrial, artinya pengusaha sebelum melakukan PHK harus melakukan permohonan penetapan PHK secara tertulis kepada lembaga penyelesaian industrial disertai alasan yang masuk akal sesuai UU.

Menurutnya, PHK dengan alasan pandemi covid 19 yang menyebabkan tidak adanya order atau operasi perusahaan terhenti harus dibuktikan oleh perusahaan dengan melalui aturan yang berlaku.

Kalau pun demikian, jelas Dadang, apabila PHK tetap terjadi maka segala hak pekerja harus terlebih dahulu dipenuhi, baik itu pesangon, upah kerja juga THR. Perusahaan mesti memenuhi hal itu kalau tidak mau disebut melanggar UU dan diajukan ke pengadilan.

Dia berharap kepada pemerintah sebagai pemegang regulasi bisa memanggil semua pengusaha tersebut sesuai dengan kewenangannya. Untuk memusyawarahkan permasalah tersebut sesuai dengan UU yang berlaku. Karena walau bagaimana pun keberadaan kaum buruh itu merupakan bagian dari pemerintahan dan mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan seadil-adilnya.

“Sesuai dengan anjuran pemerintah meski belum tertuang dalam Instruksi Presiden maupun Peraturan Menteri, di masa pandemi ini perusahaan tidak diperbolehkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” ujarnya.

Dan itu ditegaskan Dadang, harus dipatuhi oleh setiap pengusaha/perusahaan guna mencegah terjadinya kerawanan sosial dan kerawanan ekonomi bagi masyarakat korban PHK.


(Alfattah)