PenaKu.ID — YPHI (Yayasan Pelangi Hati Indonesia) yang menampung 15 orang anak disabilitas/Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), di Kampung Cikamuning Desa Tagog Apu Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat, sejak 3 tahun berdiri hingga saat ini luput dari perhatian pemerintah.
Sehingga untuk memberikan pelayanan kepada semua anak-anak binaannya masih belum maksimal. Termasuk gedung tempat tinggal atau yayasan masih mempergunakan bangunan dari salah seorang donatur yang tak bisa disebutkan namanya sesuai permintaannya.
Untuk pengelolaan yayasan itu, salah seorang pengurus, Yuliani yang akrab disapa Mamah Koko, dari hasil swadaya bersama dan semua orang tua dari asuhannya. “Terus terang keterbatasan anggaran menjadikan kami tidak maksimal memberikan pelayanan kepada mereka,” kata Mamah Koko, Minggu (15/8/2021).
Dia mengharapkan keadaan yayasan ini bisa menjadi bagian program pemerintah agar ada terjadi persamaan untuk memperoleh haknya. Alasannya, selama ini keberadaan yayasan seolah terasing dan tidak diketahui secara pasti oleh pemerintah.
Menebar kebaikan bagi masa depan anak-anak bangsa sudah merupakan kewajiban pemerintah termasuk bagi masyarakat mampu untuk berbuat. Menurutnya, masa depan anak-anak ABK untuk meraih cita-citanya sudah merupakan kewajiban bagi semua pihak. YPHI hanya sebagai wadah yang membina, mengarahkan, menempatkan, dan menggali potensinya agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara melalui kemandiriannya.
“Sejujurnya kami berharap pemerintah bisa turun tangan atau melakukan kunjungan langsung ke lokasi. Tujuannya agar mengetahui bagaimana keadaan anak-anak yang kami bina selama ini dalam keterbatasan anggaran,” imbuh dia.
Dia tak mau memanfaatkan YPHI untuk kepentingan kelompok atau pribadi, sebab prioritas YPHI bisa memberikan yang terbaik bagi anak-anak binaannya. Mengarahkan agar bisa menjadi generasi muda berguna bagi nusa dan bangsa dalam keterbatasannya sebagai anak ABK.
Anak ABK itu, dia menyebutkan, memiliki potensi yang bisa dikembangkan secara signifikan. Untuk itu pastinya memerlukan sarana prasana sebagai penunjangnya untuk mewujudkannya dengan nyata.
Satu hal yang paling pasti, dia menegaskan, anak ABK itu merupakan warga yang mempunyai hak sama seperti warga lainnya. Jadi dia menuntut ada perlakuan sama dengan tidak saling membedakan haknya dengan yang lain.
Sementara pengurus lainnya, Mamah Adam, mengeluhkan kurangnya pengajar atau pembimbing di Yayasan. Semoga dengan pemerintah turut pula memperhatikan hal tersebut. Dengan menurunkan pembimbing lainnya untuk melakukan pembinaan terhadap anak-anak binaannya.
(ALF)