PenaPendidikan

Prihatin, Akses Pendidikan di Papua Mandek

PenaKu.ID – Para pelajar di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, tidak lagi mendapatkan pendidikan secara intens sejak adanya pandemi virus corona melanda.

Sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seluruh Papua pada bulan April 2020 lalu, hingga kini sudah berjalan enam bulan tidak ada pendidikan dan sekolah yang diselenggarakan di Papua.

Seperti yang dialami masyarakat Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, sekolah-sekolah sudah tutup, dan tidak ada guru-guru yang mengajar anak-anak Papua. Sedangkan penerapan pendidikan dengan model daring atau sekolah lewat jaringan internet secara virtual, tidak pernah terjadi di Mamberamo Raya.

Koordinator Keluarga Besar Mahasiswa Mamberamo Raya Papua di Jakarta, Samuel Boysam Pitawa mengungkapkan, dari informasi dan kondisi faktual yang dialami masyarakat Mamberamo Raya, dia mendapatkan gambaran kondisi sekolah-sekolah dan akses pendidikan yang sangat memprihatikan.

“Sekolah-sekolah sudah tutup sejak awal Covid-19. Rumput-rumput liar tinggi-tinggi dan semak-semak yang tumbuh di depan sekolah sudah melingkupi gedung-gedung sekolah. Tidak ada sekolah, tidak ada guru yang mengajar. Anak-anak murid pun tidak pernah mendapatkan pendidikan secara daring selama pandemi Covid-19, sampai saat ini,” tutur Samuel Boysam Pitawa, kepada wartawan, Sabtu (26/9/2020).

Samuel Boysam Pitawa yang kini sedang kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam (STIH Iblam) Jakarta ini juga sudah menyampaikan, kondisi yang buruk itu akan membuat anak-anak Orang Asli Papua (OAP) akan terus menerus mengalami ketertinggalan yang semakin jauh dalam pendidikan.

Sedangkan untuk ketersediaan akses pendidikan secara daring, lanjut Pitawa, tidak pernah ada sampai saat ini.

Program Pemerintah Pusat untuk memberikan pendidikan dan jaringan internet yang memadai bagi semua anak-anak murid Orang Asli Papua, juga dipertanyakan. Anggaran besar yang sering diumumkan oleh Pemerintah Pusat dalam sektor pendidikan selama masa pandemi Covid-19 ini, tidak pernah dikecap oleh anak-anak murid di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua.

“Untuk jaringan internet pun tidak ada. Kalau pun bisa menelepon, itu sangat terbatas. Jaringan hanya bisa pada malam hari. Dan itu sangat terbatas,” jelas Samuel Boysam Pitawa yang saat ini duduk di Semester 5 Fakultas Hukum STIH Iblam ini.

Sementara, Pemerintah Daerah tidak juga memiliki upaya dan keseriusan untuk membuat pendidikan bagi anak-anak Papua bisa berjalan dengan baik.

“Kami sudah sering meminta dan menyampaikan kondisi riil yang terjadi kepada Bupati dan Wakil Bupati, namun tidak pernah ada respon,” ujarnya.

Hal yang sama disampaikan Mahasiswa Papua dari Mamberamo Raya lainnya, Eki Meki Koh. Menurut Eki, pendidikan tidak ada yang berjalan selama masa pandemi Covid-19 di Mamberamo Raya.

Pria yang kini duduk di Semester 3 Akademi Keperawatan (Akper) Hermina Manggala Husada, Jakarta Timur ini, hampir tak ada pejabat pemerintahan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang mempedulikan kondisi pendidikan anak-anak Papua di Mamberamo Raya.

“Para pejabat setempat di Kabupaten Mamberamo Raya pun sudah tidak pernah melihat dan datang ke desa. Mereka kini pergi dan tinggal ke kota-kota,” ungkap Eki Koh.

Eki mengatakan, perlu upaya serius dari Pemerintah untuk memberikan akses pendidikan dan juga perangkat atau alat belajar daring bagi anak-anak murid Mamberamo Raya, Papua.

“Di Kabupaten Mamberamo Raya saja hanya ada dua tower untuk jaringan komunikasi yang kurang berfungsi. Satu tower dibangun pada 2019, dan satu lagi sudah dibagun agak lama. Dan jaringan internetpun sangat sulit diakses oleh masyarakat,” jelas Eki.

Oleh karena itu, Eki mengkhawatirkan, jika tidak ada upaya membuka atau memberikan akses pendidikan bagi anak-anak Orang Asli Papua (OAP), maka ketertinggalan akan kian jauh.

“Anak-anak Papua akan jadi bodoh terus. Selama masa Covid-19 ini, tidak ada sekolah, tidak ada belajar daring, dan akan jadi bodoh terus anak-anak Papua bila tidak ada solusi,” ujar Eki.

Dia berharap, persoalan-persoalan yang riil yang dihadapi oleh masyarakat Mamberamo Papua juga menjadi perhatian serius 

Pemerintah untuk segera diberikan solusinya.

Eki juga mengkritisi sejumlah pihak yang sering membawa-bawa persoalan yang ada di Papua, khususnya di Kabupaten Mamberamo Raya, yang hanya memanfaatkan mereka untuk kepentingan sempit orang-orang itu sendiri.

“Seperti yang belakangan ini sering terlihat, ada saja pihak-pihak di luar orang Papua yang membawa-bawa persoalan kami, tapi tidak jelas maksud dan tujuannya untuk apa. Sebaiknya, kami anak-anak Asli Orang Papua didengar langsung, karena kami tahu dan lihat, dan menyaksikan serta mengalami langsung persoalan-persoalan riil yang kami hadapi di Papua,” tuturnya.

Dia menyebut, misalnya, beberapa aktivis di Jakarta yang getol membuat webinar-webinar atau diskusi-diskusi virtual mengenai kondisi Papua. Menurutnya, itu adalah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pihak-pihak itu, lanjutnya, hanya bersengaja untuk mencari keuntungan pribadi dari kondisi maupun persoalan yang terjadi di Papua.

“Ada saja yang mengklaim-klaim persoalan di Papua. Misalnya yang sering menyebut dirinya Rumah Milenial Indonesia, atau yang mengaku-ngaku sebagai tokoh pemuda yang membuat acara-acara atas nama Papua, mereka itu tidak tahu persoalan riil yang kami hadapi di Papua. Mereka hanya ingin mencari keuntungan pribadi bagi dirinya sendiri,” katanya.

Oleh karena itu, dia berharap, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bisa mendengar dan melakukan tindakan langsung bersama-sama anak-anak Orang Papua Asli (OAP), untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dialami di Papua.

“Kami mahasiswa-mahasiswa Orang Asli Papua yang kebetulan mengecap pendidikan di Jakarta, dan kota-kota besar Indonesia, menyampaikan langsung persoalan-persoalan dan kondisi riil yang kami alami di Papua. Jangan ada yang mencoba mencari keuntungan pribadi atau malah memperkeruh persoalan yang sedang terjadi,” tandas Eki.



Source: Siberindo
Editor: Js


Related Articles

Back to top button