PenaKu.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bahwa eskalasi perang tarif yang diprakarsai Amerika Serikat berpotensi memicu lonjakan klaim asuransi kredit, terutama bagi perusahaan yang bergantung pada impor dan ekspor dengan pasar AS.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono menegaskan, “Tidak dapat dipungkiri adanya perang tarif AS berpotensi meningkatkan risiko klaim asuransi kredit khususnya terhadap arus kas perusahaan yang bergantung pada impor/ekspor dengan AS.”
Pada Februari 2025, rasio klaim asuransi kredit tercatat sebesar 83,4%, naik dari 77,4% pada Desember 2024.
Meskipun masih di bawah ambang 100%, tren kenaikan ini menjadi sinyal bagi pelaku industri untuk melakukan antisipasi lebih awal.
Kebijakan POJK Nomor 20/2023 sebagai Benteng Perlindungan Asuransi Kredit
Sebagai langkah preventif, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Suretyship.
Aturan ini mewajibkan perusahaan asuransi umum konvensional memiliki ekuitas minimal Rp 250 miliar, sedangkan asuransi syariah minimal Rp 100 miliar atau 150% dari ketentuan ekuitas berlaku.
Selain itu, rasio likuiditas ditetapkan minimal 150% untuk menjaga buffer terhadap tekanan arus kas.
Penguatan Underwriting dan Profil Risiko Perusahaan Asuransi Kredit
Ogi Prastomiyono menganjurkan perusahaan asuransi meninjau kembali profil risiko dan memperketat proses underwriting.
Dengan evaluasi risiko yang lebih komprehensif, diharapkan potensi kerugian akibat gagal bayar kredit pelanggan impor–ekspor dapat diminimalkan.
Beberapa langkah antisipatif yang bisa ditempuh antara lain penyesuaian premi bagi sektor terdampak tarif, monitoring rutin kualitas portofolio, dan diversifikasi eksposur industri.
Kondisi global yang tidak menentu menuntut kesiapan pelaku asuransi kredit untuk selalu meng-update kebijakan internal dan bekerjasama dengan regulator.
Dengan profil risiko lebih solid dan underwriting lebih ketat, industri asuransi dapat menjalankan fungsi proteksi kredit tanpa mengorbankan stabilitas keuangan perusahaan.**