Tekno

Paradoks Sanksi AS: CEO Nvidia Peringatkan China Bisa Menangkan Perang AI

Paradoks Sanksi AS: CEO Nvidia Peringatkan China Bisa Menangkan Perang AI
Paradoks Sanksi AS: CEO Nvidia Peringatkan China Bisa Menangkan Perang AI/(pixabay)

PenaKu.ID – CEO Nvidia, Jensen Huang, salah satu tokoh paling berpengaruh di industri teknologi global, mengeluarkan peringatan keras mengenai perang AI atau kompetisi kecerdasan buatan (AI) antara Amerika Serikat dan China. Huang meramalkan bahwa China berpotensi melampaui AS, sebuah pandangan yang didasari oleh dampak tak terduga dari kebijakan sanksi Washington.

Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, Huang menegaskan bahwa upaya AS untuk memblokir ekspor chip AI tercanggih buatan Nvidia ke China justru menjadi bumerang. Kebijakan yang dirancang untuk melumpuhkan kemajuan teknologi Beijing, menurut Huang, malah bertindak sebagai katalisator dan tidak menutup kemungkinan bakal terjadi perang AI. Hal ini memaksa perusahaan-perusahaan China untuk mempercepat pengembangan chip lokal mereka sendiri. Padahal, China adalah salah satu pasar terbesar Nvidia, dan kehilangan basis pengembang di sana dianggap Huang sebagai kerugian strategis jangka panjang bagi AS.

Dilema Kebijakan di Perang AI

Pemerintah AS, baik di era Joe Biden maupun Donald Trump saat ini, telah berulang kali mengubah kebijakan terkait ekspor chip. Larangan ini bertujuan menghambat kemampuan militer dan teknologi China. Namun, Huang melihat ini sebagai “pedang bermata dua”.

Di satu sisi, AS mencoba mempertahankan dominasinya; di sisi lain, mereka kehilangan pasar krusial. Masalah diperparah ketika pemerintah China kini secara agresif mendorong perusahaan domestik untuk beralih ke chip lokal. Salah satu insentif paling signifikan adalah pemberian subsidi biaya listrik hingga 50% bagi pusat data yang menggunakan chip buatan dalam negeri, sebuah langkah yang secara langsung mengancam bisnis Nvidia di China.

Ancaman Nyata bagi Dominasi Perang AI

Huang, yang kekayaannya meroket berkat ledakan AI (Forbes mencatat hartanya US$169,4 miliar), berulang kali menyatakan bahwa China hanya “beberapa nanodetik di belakang AS” dalam hal AI. Menurutnya, AS hanya bisa memenangkan perlombaan AI jika seluruh dunia, termasuk basis pengembang raksasa di China, menggunakan teknologi AS seperti Nvidia.

Namun, dengan ditutupnya pasar China, AS berisiko kehilangan separuh dari komunitas pengembang AI dunia. “Kebijakan yang membuat AS kehilangan setengah dari developer AI dunia tak akan menguntungkan di jangka panjang. Hal ini akan menghancurkan kami,” tegas Huang, menyoroti ironi bahwa sanksi tersebut mungkin justru akan memahkotai China sebagai pemenang.**

Exit mobile version