PenaPolitik

Omnibuslaw Ciptaker Dinilai Memarjinalisasikan Perlindungan Warga

PenaKu.ID – Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyebut Undang-Undang Omibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) bertentangan dengan roh konstitusi Indonesia.

Dekan Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto mengatakan pasal-pasal mengenai pengelolaan ekonomi dan sosial ekonomi negara di dalam UU tersebut diserahkan dengan pendekatan liberal kapitalistik.

Menurut dia, hal itu tidak sesuai dengan roh konstitusi Indonesia serta semangat dari para pendiri bangsa.

Hal lain yang menjadi catatannya yakni, pengelolaan sumber daya alam dalam UU itu menggunakan pendekatan atau paradigma extracting yang sangat berbahaya dan bertentangan dengan arus global.

”Di mana pengelolaan sumber daya negara itu diarahkan pada proses yang inovatif dan sangat memperhatikan aspek lingkungan sebagai fundamental dari pengelolaan seluruh sumber daya yang ada,” jelas Sigit saat konferensi pers virtual pada Selasa.

Dia menilai dengan dua pendekatan itu, menunjukkan UU tersebut mengesampingkan atau memarjinalisasikan perlindungan terhadap warga bangsa Indonesia.

Pakar Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar berpendapat uji materi ke Mahkamah Konstitusi harus dilakukan karena UU itu menunjukkan pemerintah dan DPR berjalan membelakangi parisipasi dan kehendak publik.

”Dalam Undang-Undang Dasar pasal 1 ayat (2) itu jelas-jelas dikatakan bahwa kekuasaan kedaulatan itu ada di tangan rakyat dan harusnya dilakukan sepenuhnya dengan UUD 1945,” pungkas dia.

Kemarin, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang dipercepat pelaksanaannya.

RUU tersebut disepakati oleh tujuh fraksi, yaitu fraksi PDI Perjuangan, PKB, PAN, PPP, Gerindra, Nasional Demokrat, dan Golongan Karya.

Ada dua fraksi yang menolak yakni Demokrat dan PKS.

Rapat paripurna tersebut diwarnai ketegangan antara fraksi Demokrat dan pimpinan sidang, sehingga Demokrat memutuskan walkout dari sidang paripurna.

Ketua Badan Legislatif DPR Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan RUU tersebut sudah dilakukan sebanyak 64 kali.

Rinciannya dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panitia kerja, dan enam kali rapat tim musyawarah, termasuk pada masa reses dan juga Sabtu-Minggu.

”UU ini terdiri dari 15 bab dan 185 pasal dari sebelumnya 174 pasal,” ujar Supratman.

Dia mengatakan RUU tersebut disusun menggunakan metode omnibus yang berdampak pada 1.203 pasal dari 79 undang-undang.

Ada 7.197 daftar isian masalah (DIM) dalam RUU ini, ujar dia.

Supratman mengatakan pembahasan dilakukan secara intensif dengan prinsip musyawarah mufakat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.




Source: Siberindo

Related Articles

Back to top button