PenaKu.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang kebijakan guna memperluas peran industri asuransi sebagai investor institusi yang lebih agresif di pasar modal domestik.
Langkah ini terinspirasi dari kebijakan China yang menambah batas alokasi aset ekuitas untuk perusahaan asuransi sebesar 5%, guna mendorong likuiditas dan modal bagi perekonomian riil.
Di Indonesia, POJK Nomor 1/POJK.05/2018 membatasi investasi saham oleh asuransi maksimal 10% per emiten dan total 40% dari keseluruhan portofolio.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono menyatakan, “Salah satu fokus utama yang sedang dirumuskan adalah bagaimana industri asuransi dapat berperan lebih jauh sebagai institutional investor.”
Tantangan Kinerja Investasi Asuransi dan IHSG Pasar Modal
Performa investasi asuransi pada Februari 2025 menunjukkan imbal hasil negatif -1,19% untuk asuransi jiwa dan 0,90% untuk asuransi umum.
Tren ini dipengaruhi oleh pelemahan IHSG yang anjlok 14,29% secara tahunan (YoY). Ogi menekankan bahwa setiap penambahan porsi ekuitas harus disertai dengan kehati-hatian tinggi untuk menjaga prinsip asset-liability matching dan karakteristik produk.
Proyeksi dan Fokus Unit Link di Industri Jiwa Pasar Modal
Meskipun kondisi pasar modal belum sepenuhnya stabil, OJK optimis investasi industri asuransi akan membaik sepanjang 2025.
Produk unit link diperkirakan tetap menjadi tulang punggung premi asuransi jiwa dengan porsi 26–28% dari total premi. Unit link menawarkan kombinasi proteksi dan investasi, sehingga menarik minat nasabah dalam kondisi yield obligasi dan deposito yang rendah.
Dengan memperluas ruang investasi saham, industri asuransi diharapkan mampu menambah pendanaan jangka panjang bagi perusahaan tercatat dan sekaligus meningkatkan diversifikasi portofolio.
Kolaborasi erat antara OJK, bursa efek, dan pelaku asuransi menjadi kunci sukses strategi ini, yang pada akhirnya memperkuat stabilitas dan pertumbuhan pasar modal domestik.**