PenaKu.ID – Hajar Aswad, batu yang sangat dimuliakan umat Muslim dan terletak di sudut Ka’bah, telah lama memicu rasa penasaran para ilmuwan mengenai asal-usulnya. Salah satu teori ilmiah paling populer mengkategorikan Hajar Aswad sebagai batu meteorit. Kesimpulan ini didasarkan pada dua hal: narasi sejarah yang menyebut batu ini “turun dari surga” dan temuan jejak meteorit di wilayah tersebut.
Penelitian ilmiah mengenai hipotesis ini telah berlangsung selama beberapa dekade. Para ahli mencoba mencocokkan deskripsi fisik Hajar Aswad dengan karakteristik batuan luar angkasa yang diketahui. Meskipun belum ada kesimpulan final yang dapat diambil tanpa analisis langsung, bukti-bukti yang ada cukup menarik untuk ditelaah lebih lanjut.
Jejak Kawah Meteor Wabar Hajar Aswad
Salah satu studi kunci adalah “New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka’ba” (1980) oleh E. Thomsen. Studi ini merujuk pada penemuan kawah tumbukan meteor Wabar oleh Philby pada tahun 1932, yang lokasinya relatif tidak terlalu jauh dari Makkah.
Di sekitar kawah berdiameter 100 meter itu, ditemukan pecahan-pecahan yang terbentuk dari leburan pasir silika yang bercampur nikel dan besi (ferum) akibat ledakan.
Kecocokan Karakteristik Fisik Hajar Aswad
Thomsen mencatat bahwa pecahan dari kawah Wabar memiliki ciri unik: lapisan dalam berwarna keputihan (dari silika) namun terbungkus cangkang luar hitam legam (akibat nikel dan besi dari meteor).
Ciri ini dianggap sesuai dengan gambaran Hajar Aswad, yang diriwayatkan aslinya berwarna putih namun menghitam seiring waktu. Namun, teori meteorit ini juga memiliki kelemahan, karena batu meteorit umumnya padat, tidak mengapung di air (seperti yang pernah diuji dalam sejarahnya), dan tidak mudah pecah menjadi fragmen kecil.**






