Ragam

Mengungkap Sisi Rapuh di Balik Sosok yang Kerap Terlihat Tangguh

Mengungkap Sisi Rapuh di Balik Sosok yang Kerap Terlihat Tangguh
Mengungkap Sisi Rapuh di Balik Sosok yang Kerap Terlihat Tangguh/(pixabay)

PenaKu.ID – Banyak orang mengagumi individu yang tampak tangguh, tegar, dan selalu bisa diandalkan dalam menghadapi badai kehidupan. Mereka terlihat seperti batu karang yang tak tergoyahkan, mampu menanggung beban berat tanpa keluhan.

Namun, psikologi sering menunjukkan bahwa di balik penampilan luar yang kuat tersebut, sering kali tersemayam luka jiwa yang dalam dan tidak terucap. Ketangguhan ini bisa jadi merupakan mekanisme pertahanan yang dibangun selama bertahun-tahun untuk melindungi diri dari rasa sakit lebih lanjut.

Individu yang tegar seringkali belajar sejak dini untuk menekan emosi mereka. Mereka mungkin tumbuh dalam lingkungan yang tidak mentolerir kelemahan atau di mana mereka harus mengambil tanggung jawab besar di usia muda.

Akibatnya, mereka menjadi ahli dalam menyembunyikan kerapuhan, bahkan dari diri mereka sendiri. Luka yang tidak terselesaikan ini, meski tersembunyi, tetap ada dan dapat memengaruhi cara mereka berhubungan dengan orang lain dan melihat dunia.

Beban Menjadi Tangguh

Salah satu ironi terbesar bagi orang yang tangguh adalah ekspektasi dari lingkungan sekitar. Karena mereka selalu terlihat “baik-baik saja”, orang lain cenderung lupa bahwa mereka juga manusia yang membutuhkan dukungan.

Mereka jarang diberi ruang untuk mengekspresikan kesedihan, ketakutan, atau kelelahan. Beban untuk terus-menerus menjadi kuat ini bisa sangat menguras energi mental dan emosional.

Mereka sering merasa sendirian dalam perjuangan mereka, terisolasi oleh citra ketangguhan yang mereka ciptakan sendiri.

Pentingnya Mengakui Kerapuhan untuk Menjadi Tangguh

Penyembuhan sejati bagi individu yang tangguh seringkali dimulai ketika mereka akhirnya memberi izin pada diri sendiri untuk merasa rapuh. Mengakui bahwa ada luka yang belum sembuh bukanlah tanda kelemahan, melainkan langkah awal menuju kekuatan yang lebih otentik.

Memproses rasa sakit yang terpendam, baik melalui terapi atau percakapan jujur dengan orang tepercaya, sangat penting. Ini memungkinkan mereka untuk melepaskan beban masa lalu dan membangun ketahanan yang lebih sehat, yang tidak hanya didasarkan pada penyangkalan tetapi pada penerimaan diri seutuhnya.**

Exit mobile version