PenaKu.ID – Di sebuah kerajaan yang megah, hiduplah seorang putri cantik bernama Rania.
Ia adalah anak tunggal Raja Aditya dan Ratu Kirana, pemimpin Kerajaan Marga Asri yang terkenal akan kemakmuran dan keadilannya.
Rania tumbuh dalam kemewahan istana, namun hatinya sering merasa sepi.
Di balik dinding marmer dan taman mawar yang luas, ia selalu merindukan kehidupan yang lebih sederhana dan penuh kejujuran.
Suatu hari, saat ia berjalan-jalan di hutan yang menjadi bagian dari wilayah kerajaan, ia tersesat.
Rania, yang terbiasa dilindungi oleh para pengawal, mendapati dirinya sendirian untuk pertama kalinya dalam hidupnya.
Di tengah kebingungannya, ia bertemu dengan seorang pemuda sederhana bernama Arya.
Arya adalah seorang petani yang tinggal di pinggiran hutan.
Tubuhnya kekar karena pekerjaan berat, namun senyumnya lembut dan tatapannya penuh ketulusan.
Melihat Rania yang terlihat kebingungan, Arya segera menghampirinya.
“Apakah Anda tersesat, Nona?” tanya Arya sopan.
Rania, yang awalnya ragu untuk mengungkapkan identitasnya, hanya mengangguk. “Aku… sedang mencari jalan kembali ke desa. Bisakah kau membantuku?”
Arya mengangguk. Tanpa banyak bertanya, ia mengantar Rania ke jalan utama. Sepanjang perjalanan, mereka berbincang.
Rania terpesona oleh kesederhanaan dan kebaikan hati Arya, sementara Arya terkesan dengan kecantikan dan kelembutan Rania, meski ia tak tahu bahwa gadis itu adalah seorang putri.
Setelah hari itu, Rania tidak bisa melupakan Arya. Ia sering mencari alasan untuk pergi ke hutan, berharap bisa bertemu lagi dengannya.
Dan benar saja, mereka mulai sering bertemu. Dari pertemuan-pertemuan itu, tumbuhlah sebuah persahabatan yang kemudian berubah menjadi cinta.
Namun, cinta mereka bukan tanpa rintangan. Ketika Rania menceritakan perasaannya kepada orang tuanya, Raja Aditya marah besar.
“Seorang putri tidak bisa menikah dengan rakyat jelata!” tegas Raja Aditya. “Pilihlah seorang bangsawan yang setara dengan statusmu!”
“Tapi, Ayah, aku mencintainya,” jawab Rania dengan air mata mengalir. “Arya adalah pria yang jujur dan baik hati. Statusnya tidak penting bagiku.”
Namun, Raja Aditya tidak mau mendengar. Ia memerintahkan pengawal istana untuk menjaga Rania dan melarangnya pergi ke hutan lagi.
Di sisi lain, Arya merasa putus asa ketika Rania tidak lagi datang menemuinya. Ia tidak tahu bahwa sang putri telah dikurung di istana.
Meski begitu, Arya tidak menyerah. Ia mencari cara untuk bisa bertemu dengan Rania, meski harus menghadapi risiko besar.
Suatu malam, Arya nekat menyelinap ke istana. Dengan bantuan beberapa rakyat yang simpati, ia berhasil masuk ke taman istana. Di bawah cahaya bulan, ia memanggil nama Rania dengan pelan.
“Rania, aku di sini,” bisiknya.
Rania, yang mendengar suaranya, segera membuka jendela kamarnya. Melihat Arya, ia merasa harapan kembali menyala di hatinya.
“Arya, aku rindu padamu,” kata Rania dengan suara gemetar.
“Aku juga, Rania. Aku akan melakukan apa saja untuk bersamamu,” jawab Arya tegas.
Namun, percakapan mereka tidak berlangsung lama. Seorang pengawal melihat Arya dan segera membunyikan alarm. Arya ditangkap dan dibawa ke hadapan Raja Aditya.
Raja Aditya memandang Arya dengan tatapan dingin. “Beraninya kau menyusup ke istanaku! Apa yang kau inginkan dari putriku?”
“Aku mencintai Rania, Baginda,” jawab Arya tanpa gentar. “Aku tidak punya apa-apa selain cinta dan tekad untuk membahagiakannya.”
Raja Aditya tertawa sinis. “Cinta? Apa yang bisa diberikan oleh cinta tanpa kekayaan dan kekuasaan? Kau tidak pantas untuknya.”
“Ayah!” seru Rania yang datang tergesa-gesa. “Berhentilah menyakitinya! Arya adalah pria yang aku pilih. Aku lebih baik meninggalkan istana daripada hidup tanpa dirinya.”
Ratu Kirana, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara. “Aditya, ingatkah kau saat kita muda? Aku hanyalah seorang pelayan istana, dan kau memilihku meskipun semua orang menentang. Mengapa kau tidak memberi kesempatan yang sama untuk putri kita?”
Kata-kata Ratu Kirana membuat Raja Aditya terdiam. Ia teringat masa-masa sulit ketika ia memperjuangkan cintanya kepada Kirana. Meski enggan, ia akhirnya memutuskan untuk menguji Arya.
“Baiklah,” kata Raja Aditya. “Jika kau bisa membuktikan bahwa cintamu layak untuk putriku, aku akan memberimu restu. Kau harus melewati tiga ujian.”
Arya menerima tantangan itu tanpa ragu. Ujian pertama adalah keberanian. Ia harus menyeberangi sungai yang dipenuhi buaya untuk mengambil bunga teratai emas, simbol keberanian dalam kerajaan. Dengan tekad dan strategi, Arya berhasil melakukannya.
Ujian kedua adalah ketulusan. Arya diminta untuk memberikan sesuatu yang paling berharga baginya sebagai bukti cintanya.
Ia memberikan cincin warisan ibunya, satu-satunya benda yang ia miliki dari almarhum orang tuanya.
Ujian terakhir adalah kebijaksanaan. Arya harus memecahkan teka-teki yang diberikan oleh Raja Aditya.
Dengan kecerdasan dan ketenangannya, Arya berhasil menjawab teka-teki itu dengan benar.
Melihat kegigihan Arya, Raja Aditya akhirnya luluh. Ia menyadari bahwa cinta sejati tidak memandang status atau kekayaan.
“Baiklah,” kata Raja Aditya. “Aku merestui kalian. Arya, kau telah membuktikan bahwa kau pantas untuk putriku.”
Rania dan Arya pun menikah dalam sebuah pesta besar yang dihadiri seluruh rakyat.
Cinta mereka menjadi simbol bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung pada harta, melainkan pada ketulusan dan kesetiaan.
Mereka hidup bahagia, membuktikan bahwa cinta sejati dapat mengatasi segala rintangan.
Di mata Rania, Arya bukan lagi seorang pemuda sederhana, melainkan pahlawan sejatinya.
Di sisi Arya, Rania bukan hanya seorang putri, melainkan belahan jiwa yang selalu ia cintai.