PenaKu.ID – Provinsi Guizhou di barat daya China diguncang banjir parah, memaksa lebih dari 80.000 warga mengungsi.
Bersamaan dengan itu, Beijing diterjang gelombang panas ekstrem yang memicu peringatan cuaca oranye.
Fenomena ini menunjukkan betapa rentannya China terhadap bencana alam dan perubahan iklim.
Pada 24 Juni 2025, hujan lebat menyebabkan Sungai Rongjiang meluap hingga menenggelamkan lapangan sepak bola setinggi tiga meter di Kabupaten Rongjiang.
“Air naik sangat cepat, warga terpaksa meninggalkan rumah dalam situasi kritis,” ujar penduduk setempat. Tim penyelamat dikerahkan, dan status tanggap darurat dinaikkan ke level tertinggi.
Infrastruktur transportasi terputus, ribuan bangunan rusak, dan akses ke daerah terpencil sangat sulit.
Banjir di China Melanda Guizhou, Ribuan Warga Mengungsi
Lebih dari 80.900 orang dievakuasi hingga Selasa sore. Tenda darurat, pasokan makanan, dan obat-obatan disiagakan.
Otoritas lokal bekerja sama dengan tim relawan untuk mendirikan posko kemanusiaan di sekolah-sekolah dan aula desa.
Namun air yang masih meluap menghambat distribusi logistik, memaksa evakuasi lewat perahu karet dan helikopter.
Gejolak Suhu Ekstrem Banjir di China
Sementara itu, Beijing mencatat suhu puncak hingga 38 °C dan mengeluarkan peringatan oranye pada Senin.
Warga beralih ke rutinitas malam, berteduh di kanal, dan mengurangi aktivitas luar ruang. Pekerja konstruksi dipersingkat jam kerjanya, sedangkan lansia dan anak kecil diimbau tinggal di dalam ruangan ber-AC.
Gelombang panas ini menambah tekanan di tengah pemulihan banjir, sekaligus menggarisbawahi urgensi mitigasi iklim.
Komitmen China menahan emisi CO₂ sebelum 2030 dan mencapai netral karbon pada 2060 dipandang krusial. Meski masih bergantung pada batu bara, investasi besar pada energi terbarukan terus digenjot.**