PenaPeristiwa

11 Orang Warga Sukabumi Jadi Korban TPPO Disekap di Daerah Konflik Negara Myanmar

×

11 Orang Warga Sukabumi Jadi Korban TPPO Disekap di Daerah Konflik Negara Myanmar

Sebarkan artikel ini
11 Orang Warga Sukabumi Jadi Korban TPPO Disekap di Daerah Konflik Negara Myanmar
Ilustrasi (istimewa)

PenaKu.ID – Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sukabumi, Jejen Nurjanah mengatakan, jumlah korban yang diduga disekap dan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar asal Sukabumi sebanyak 11 orang.

Jumlah tersebut diketahui usai ada warga lain yang melaporkan ke pihaknya hingga Rabu 11 September 2024 sore.

Sebanyak 11 warga kabupaten Sukabumi di Myanmar itu berasal dari Desa Kebonpedes sebanyak tujuh orang, Desa Jambenenggang, Kecamatan Kebonpedes sebanyak dua orang. Kemudian satu warga Desa Cireunghas dan satu warga Desa Cipurut, Kecamatan Cireunghas.

“Ya, awalnya, mereka dijanjikan kerjanya di Thailand jadi admin di salah satu perusahaan seperti kripto. Namun, faktanya mereka bekerja di Myanmar atau negara konflik dan juga disekap sebagai scammer online,” kata Jejen di Sekretariat SBMI Kabupaten Sukabumi, Kamis (12/10/2024).

Lanjut dia, para korban awalnya diiming-imingi bekerja di Thailand dengan gaji mencapai Rp 35 juta per bulannya sehingga terbujuk rayu dan memutuskan untuk berangkat ke luar negeri. Ajakan tersebut datang dari temannya yang sudah lebih dahulu bekerja di sana.

“Mereka berangkat ke sana-nya ilegal, visa-nya visa kunjungan, terus dia itu hanya melalui via telepon, ditelepon sama temannya buat kerja di Thailand, buat paspor di sana sudah ada yang jemput di sana. Tapi, itu ternyata dia disebrangkan ke negara yang konflik (Myanmar). Selain itu, ke 11 korban TPPO ini, telah berangkat ke Myanmar ada yang bulan Juni dan Mei 2024. Iya, jadi gak bareng berangkat ke sananya,” bebermya.

“Jadi, teman korban yang menghubungi melalui telephone ke sini, adalah orang yang sudah bekerja di negara itu, dan kerjanya enak. Kerjanya sebagai admin di salah satu perusahaan, jadi korban tergiur dengan iming-iming gaji sebesar Rp 35 juta per bulan katanya. Namun, faktanya korban hanya terima gaji kecil. Mulai dari Rp3,5 juta sampai 6,5 juta per bulannya,” ucapnya.

Lebih lanjut Jejen menjelaskan bahwa Informasi mengenai dugaan penyekapan ini pun akhirnya cepat tersebar di media sosial hingga viral. Penyekapan kepada korban pun akhirnya semakin menjadi-jadi.

“Iya disekap ketika dia sudah ada yang tahu bocor ke bosnya, informasinya dia disekap, gak dikasih makan. Memang sih kasus seperti ini kalau tahu ada pengaduan ya disekap. Bahkan, sampai ada yang disiksa hingga disetrum,” paparnya.

“Kalau di TikTok itu menyampaikan seperti itu, dia tidak makan, dikasih makan sisa menurut keterangan. Kita kan hanya tahu keterangan dia melalui TikTok atau dari medsos itu kan,” tandasnya.

Terhimpit di Negara Konfik Myanmar

Menurutnya pemulangan para korban mengalami kesulitan lantaran mereka berada di daerah konflik Myawaddy, Myanmar. Oleh karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan kementerian luar negeri untuk proses pemulangannya.

“Nah, itu menurut keterangan dari kementerian luar negeri itu, nyawa taruhannya. Nah, yang sudah biasa membantu juga sudah ada sorotan. Seperti besok sudah ada yang biasa membantu untuk evakuasi para korban sampai ke KBRI misalnya, atau bisa nyebranglah dari negara konflik ini ke Thailand, sekarang sudah gak mau lagi, karena nyawa taruhannya, jadi mereka itu tidak mau membantu,” ungkapnya.

Pihaknya saat ini akan terus berupaya untuk memulangkan warga Sukabumi yang menjadi korban TPPO untuk kembali ke tanah air.

“Ini sudah tanggung jawab negara. Berbagai upaya SBMI untuk melakukan penekanan ke pihak terkait ke pemangku kewenangan ini, tentunya adalah negara melalui kemenlu,” pungkasnya.

***