PenaKu.ID – Dalam sepekan terakhir, dunia kembali dikejutkan oleh serangkaian bencana alam salah satunya gempa dahsyat yang mengguncang wilayah-wilayah strategis di planet ini.
Dua gempa dahsyat terjadi secara berurutan, yakni di wilayah perbatasan Myanmar-Thailand dan di sekitar Kepulauan Tonga, yang tidak hanya menewaskan ratusan hingga ribuan orang tetapi juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang parah serta menimbulkan potensi tsunami.
Gempa dahsyat ini sekali lagi mengingatkan kita akan kekuatan destruktif alam, terutama di kawasan Cincin Api Pasifik, yang dikenal sebagai zona seismik paling berbahaya di dunia.
Gempa dahsyat yang mengguncang wilayah Myanmar-Thailand terjadi pada tanggal 28 Maret 2025 dengan kekuatan 7,7 magnitudo. Episentrum gempa terletak di daerah Sagaing, Myanmar, dekat Mandalay, yang langsung mengakibatkan lebih dari 1.600 korban jiwa.
Ratusan korban dilaporkan masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan, sementara infrastruktur vital seperti jembatan dan bandara Mandalay mengalami kerusakan parah.
Di sisi Thailand, kota Bangkok merasakan dampak guncangan hebat yang menyebabkan robohnya beberapa gedung pencakar langit dan menewaskan 18 orang.
Situasi menjadi semakin rumit mengingat Myanmar sedang dilanda konflik politik, sehingga penanganan bencana menjadi terhambat dan mendesak seruan bantuan internasional dari PBB serta berbagai organisasi kemanusiaan.
Gempa Dahsyat Myanmar hingga Thailand
Bencana gempa yang melanda Myanmar-Thailand membawa duka mendalam bagi masyarakat di kedua negara.
Di Myanmar, kerusakan infrastruktur yang meluas menghambat proses evakuasi dan distribusi bantuan, memperburuk kondisi pasca-bencana.
Runtuhnya jembatan dan kerusakan di bandara Mandalay menjadi kendala utama dalam upaya penyelamatan, sedangkan di Bangkok, meski infrastruktur modern tidak sepenuhnya tahan terhadap kekuatan gempa, kejadian robohnya gedung-gedung tinggi menambah deretan tragedi yang harus dihadapi oleh masyarakat.
Penanganan bencana ini menuntut koordinasi tinggi antara pemerintah, lembaga kemanusiaan, dan bantuan internasional untuk mengurangi angka korban serta memulihkan kembali keadaan infrastruktur yang rusak.
Tidak hanya dampak di daratan, gempa ini juga memicu kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya tsunami.
Banyak wilayah di sekitar Myanmar dan Thailand harus siap-siap menghadapi potensi gelombang tinggi yang dapat menambah kerusakan dan korban jiwa.
Dalam situasi seperti ini, kecepatan respon dan kesiapsiagaan menjadi kunci utama untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi dampak bencana.
Gempa Dahsyat Tonga dan Peringatan Tsunami
Tak lama setelah kejadian di Myanmar-Thailand, gempa berkekuatan 7,1 magnitudo mengguncang dekat Kepulauan Tonga pada 30 Maret 2025.
Episentrum gempa terjadi sekitar 90 km tenggara desa Pangai. Pusat Peringatan Tsunami Pasifik segera mengeluarkan peringatan bagi wilayah dalam radius 300 km dari episentrum.
Gelombang tsunami yang diprediksi memiliki ketinggian antara 0,3 hingga 1 meter berpotensi mengancam pesisir Tonga dan negara tetangga seperti Niue.
Penduduk pesisir diimbau untuk segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi sebagai langkah pencegahan guna menghindari bahaya yang lebih besar.
Wilayah Tonga, yang merupakan bagian dari Cincin Api Pasifik, memang sudah dikenal sebagai area rawan gempa dan tsunami.
Sejarah mencatat bahwa setiap kali terjadi gempa di kawasan ini, dampaknya kerap diikuti oleh tsunami yang dapat merusak kawasan pesisir secara signifikan.
Kejadian ini kembali menegaskan pentingnya kesiapsiagaan dan sistem peringatan dini agar bencana dapat diminimalisir dampaknya terhadap kehidupan dan infrastruktur.
Bencana gempa bumi, baik yang terjadi di Myanmar-Thailand maupun di Tonga, menunjukkan bahwa zona Cincin Api Pasifik masih menjadi area dengan aktivitas seismik tinggi.
Secara global, sekitar 90% gempa bumi dunia terjadi di sepanjang zona ini akibat pergerakan dan tumbukan lempeng tektonik.
Sejarah mencatat beberapa gempa dahsyat seperti Gempa Aceh 2004, Gempa Tohoku Jepang 2011, dan Gempa Valdivia Chili 1960, yang masing-masing meninggalkan jejak kehancuran besar dan mengubah lanskap sosial serta ekonomi wilayah yang terdampak.
Dampak yang ditimbulkan tidak hanya sebatas korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat.
Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi harus dilakukan dengan cepat dan terkoordinasi agar wilayah yang terdampak dapat kembali bangkit.
Dukungan internasional dan kerja sama antarnegara menjadi kunci untuk menghadapi bencana alam yang semakin sering terjadi di era modern ini.
Ikuti dan Update Berita dari PenaKu.ID di Google News
**