Tutup
PenaOlahraga

WINDY, Kini Pemegang Perunggu Olimpiade Tokyo 2020

×

WINDY, Kini Pemegang Perunggu Olimpiade Tokyo 2020

Sebarkan artikel ini
WINDY, Kini Pemegang Perunggu Olimpiade Tokyo 2020
Windy Cantika Aisah bersama pelatihnya Jajang Supriatna usai menerima kadeudeuh dari Pemda Provinsi Jabar di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (19/8/2021).

PenaKu.ID — PERAIH medali perunggu Olimpiade Musim Panas Tokyo 2020 dari angkat besi, Windy Cantika Aisah terlihat semringah saat hadir di Gedung Sate Bandung untuk menerima kadeudeuh dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Ia bersama sejumlah atlet berprestasi asal Jabar menjadi tamu khusus yang hadir dalam peringatan HUT Jabar ke-76 tahun, yang digelar di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (19/8/2021).

Windy menorehkan prestasi pada usia yang masih muda, pada usia 19 tahun (lahir di Bandung, 11 Juni 2002). Jika melihat silsilah keluarganya kita akan maklum Windy bisa berprestasi di tingkat dunia. Bakatnya ternyata menetes dari ibunya Siti Aisah yang merupakan pemegang medali perunggu piala dunia angkat berat 1998.

Awal ketertarikanya dalam olahraga angkat besi muncul karena sering diajak ibu dan kakaknya untuk berlatih. Saat itu usianya masih belia, rewel dan suka mengganggu sesi latihan ibu dan kakaknya.

Agar tidak mengganggu latihan, ia kemudian dibuatkan barbel dari besi paralon yang ujungnya diberi pemberat dari semen. Baru ketika memasuki kelas 5 SD, Windy mulai serius mengikuti latihan.

“Terinspirasi sama mamah. Pas kakak latihan, kan suka gangguin, lalu dikasih paralon untuk latihan,” ujarnya dengan logat Sunda yang medok saat diwawancarai Tim Humas Jabar.

Serius dan disiplin dalam menjalani pelatihan, baik oleh ibunya sendiri atau pelatih di tingkat Kabupaten dan juga Pelatnas, Windy kemudian banyak menorehkan prestasi. Berhasil memecahkan rekor angkat besi tingkat remaja dua kali yakni di Pattaya Thailand dan Filipina.

Ia juga memenangkan medali emas pada Pesta Olahraga Asia Tenggara tahun 2019. Medali perunggu di Olimpiade Tokyo di kelas 49 kilogram putri adalah prestasi terbaiknya. Ia pun berhak atas kadedeuh senilai Rp500 juta dari Pemdaprov Jabar dan Bank bjb.

Windy sangat disiplin dan komitmen dalam menjalani berbagai latihan yang dibebankan. Bahkan sebulan sebelum Olimpiade Tokyo dimulai ia berhenti makan sambal, es, dan gorengan.

“Pak Jajang (pelatih) sangat baik, sangat perhatian, sampai makanan pun dikontrol, selalu mengingatkan. Badan Windy kan sensitif, jadi tidak boleh makan sambal, es, dan gorengan,” sebutnya.

Persiapan Windy untuk Event PON di Papua, Sea Games dan Asian Games

Terkait target mendatang, Windy kini sedang bersiap untuk event PON di Papua, Sea Games, dan Asian Games. “Tidak menjanjikan apa-apa, hanya minta doa dan dukungan semoga bisa berhasil lagi,” tutupnya.

Sosok hebat di belakang keberhasilan seorang atlet tentu pelatih. Jajang Supriatna sudah bertahun- tahun jadi pelatih Windy. Jajang berkisah, pada awalnya Windy harus bersaing dengan atlet lain dengan ketat. Namun karena kegigihan serta mampu melahap latihan dengan baik, anak didiknya terpilih untuk mewakili Indonesia di ajang Olimpiade.

“Kerja kerasnya luar biasa. Kalau sakit tidak mengeluh, semangat, dan cita-citanya memang tinggi. Terutama kedisplinannya dan mampu mengatur sendiri program latihan, meski sedang waktu istirahat,” bebernya.

Saat akan berlaga, tim pelatih pelatnas sempat mengingatkan Windy agar bertanding maksimal namun tidak terlalu terbebani dengan target juara.

“Pokoknya main saja sebagus mungkin. Alhamdulillah berhasil juara tiga. Kami semua sujud syukur. Inilah hasil latihan dan kerja keras bersama, latihan memang tidak akan membohongi hasilnya. Semangatnya kini tidak sia-sia,” ucap Jajang haru.

Windy menurut Jajang masih memiliki jalan yang panjang untuk terus berprestasi. Namun demikian, upaya mencetak ‘Windy -Windy’ baru juga terus dilakukan sebagai regenerasi atlet di Jabar, baik di tingkat klub, pelatda, hingga pelatnas.

Olahraga angkat besi tidak sepopuler sepak bola, sehingga peminatnya pun tidak banyak. Hanya saja, kata Jajang, anak muda yang tinggal di sekitar klub atau anak dari atlet angkat besi saja yang tertarik. Apalagi peralatan untuk latihan pun tergolong cukup mahal.

“Hasil pelatihan di pelatnas hingga olimpiade ini menjadi bekal saya dalam membuat program latihan selanjutnya agar semakin baik,” tutur Jajang yang berdomisili di Banjaran, Kabupaten Bandung itu.

Sebagai pelatih Jajang kecipratan kadeudeuh dari Pemda Prov Jabar senilai Rp100 juta. Ia mengapresiasi pemberian kadedeuh tersebut dan dianggapnya sebagai bonus tujuan yang sudah tercapai: berprestasi.

“Saya tidak melihat besar dan kecilnya. Jika berprestasi, maka bonus dan _kadedeuh pasti akan menyusul,” tutur mantan atlet angkat besi itu.

(Dws)