PenaKu.ID – Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendikiawan Muslim Se Indonesia (MASIKA ICMI) bekerja sama dengan Banten Lawyers Club (BLC) menggelar webinar yang bertajuk “Pilkada Serentak 2024, Kekosongan Kepala Daerah? ” pada Kamis (1/4/21) malam.
Webinar ini membahas fenomena hukum dan politik terhadap dikeluarkannya RUU Pemilu yang berdampak terhadap Pilkada yang akan dilaksanakan secara serentak 2024 nanti.
Ketua Majelis sinergi kalam Ikatan Cendikiawan Muslim Se Indonesia (MASIKA ICMI) Dr. Fathul Muin mengatakan ingin mengedukasi kepada masyarakat tentang politik yang bersih dan jujur. Khususnya kepada anak-anak muda.
“Karena MASIKA ICMI merupakan komunitas intelektual muda, maka kami lebih sering mengadakan seminar/webinar untuk membangun pencerahan terhadap kaum muda,” jelas Dr. Fathul Muin.
Problematikan kekosongan jabatan kepala daerah banyak terjadi akibat terjerat korupsi, kata Fathul sangat berkaitan dengan moralitas. Maka, menurutnya yang perlu dilakukan adalah membangun moralitas kaum intelektual muda, salah satu wadahnya dapat melalui MASIKA ICMI.
“Sehingga diharapkan ketika ada yang menjadi kepala daerah/masuk ke dunia politik memiliki pakem moralitas,” ucapnya.
Ia melanjutkan, akan ada fenomena politik di tahun ini dengan dikeluarkannya RUU Pemilu dari program legislasi nasional (Prolegnas) dengan kemungkinan akan ada kekosongan kepala daerah di 2022 lebih dari 250 kepala daerah.
“Karena Pilkada akan diselenggarakan di 2024. Belum lagi yang masa jabatannya habis di tahun 2023,” terangnya.
Baca Juga:
Dikatakannya, kekosongan itu harus benar-benar diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki afiliasi politik kemana pun.
“Sehingga tidak merusak tatanan demokrasi,” tandasnya.
Gubernur Banten Lawyer Club Afriman Oktavianus, S.H., M.H. ditempat yang sama menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah di tahun 2022 sampai 2024
Karena, kata Afirman, jika melihat Permendagri Nomor 74 tahun 2016 dan Permendagri Nomor 1 tahun 2018 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-undang Nomor tahun 2016 berbeda kontek.
“Ini bukan soal cuti di luar tanggungan negara bagi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota,” ujarnya.
“Tapi berakhirnya masa jabatan kepala daerah secara konstitusional, namun di sisi lain belum adanya pemilihan, sehingga terjadi kekosongan jabatan yang cukup Panjang,” tambahnya.
Jika tidak ada aturan yang mengatur hal ini tentu saja akan berdampak pada pengambilan kebijakan, pertumbuhan ekonomi daerah dan tentu juga berdampak pada pemerintah pusat.
Selama ini kita mengenal istilah Pejabat Sementara (PJS) merupakan amanah Pasal 70 UU No. 10 tahun 2016 yang diatur lebih rinci oleh permendagri No. 74 Tahun 2016 dan permendagri No. 1 Tahun 2018 yang memiliki batas waktu sebagai kepala daerah maksimal 71 hari.
Diketahui, penjabat (Pj) masa jabatannya kurang dari 18 (delapan belas) bulan. Presiden menetapkan penjabat gubernur, dan menteri menetapkan penjabat bupati/walikota.
“Bagaimana dengan 2022 sampai dengan 2024 yang melebihi 18 bulan,” cetus Afirman.
Reporter: ASR
Penulis: Azhar