PenaKu.ID – Kekhawatiran akan babak baru perlombaan senjata nuklir global kembali mencuat. Dalam setahun terakhir, tiga kekuatan nuklir terbesar dunia—Amerika Serikat, Rusia, dan China—secara aktif menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM). Langkah serentak untuk memodernisasi arsenal nuklir ini menandakan era pengurangan senjata pasca-Perang Dingin tampaknya telah berakhir.
Analis memperingatkan bahwa tren yang terjadi saat ini justru berkebalikan dengan upaya denuklirisasi. Hans Kristensen dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menyatakan bahwa dunia kini menyaksikan peningkatan persenjataan nuklir dan melemahnya rezim pengendalian senjata. Eskalasi ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik yang terus meningkat di berbagai belahan dunia.
Uji Coba Serentak dari Tiga Kekuatan Rudal Balistik
Amerika Serikat baru-baru ini meluncurkan rudal Minuteman III tanpa hulu ledak, yang disebut sebagai uji rutin untuk mengevaluasi keandalan sistem yang telah beroperasi sejak 1970. Komando Serangan Global Angkatan Udara AS menegaskan tes ini telah dijadwalkan bertahun-tahun sebelumnya.
Langkah Washington ini menyusul aktivitas serupa dari Moskow dan Beijing. Pada Oktober lalu, Rusia menggelar latihan kekuatan nuklir besar-besaran yang diawasi langsung oleh Presiden Vladimir Putin, mencakup peluncuran ICBM Yars dan rudal Sineva dari kapal selam. Sementara itu, China menguji rudal ICBM DF-31AG pada September 2024, sebuah langkah yang disebut Kementerian Pertahanan China sebagai “pengaturan rutin” untuk pelatihan militer.
Kekhawatiran Era Baru Perlombaan Rudal Balistik
Meskipun ketiga negara menyebut uji coba ini sebagai bagian dari modernisasi atau latihan rutin, aktivitas yang berdekatan ini memicu alarm global. Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia saat ini memiliki sekitar 4.309 hulu ledak nuklir, diikuti AS dengan 3.700, dan China dengan 600 unit.
Namun, China dianggap paling agresif dalam menambah jumlah arsenalnya. Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menyatakan bahwa pihaknya sedang “merombak kekuatan nuklir secara besar-besaran” untuk memastikan AS tetap menjadi kekuatan nuklir nomor satu di dunia, sembari mengakui bahwa Rusia dan China juga terus mengejar.**









