Ragam

Tawa Mencekam Kuntilanak: Mengapa Sosok Ini Identik dengan Suara Tertawa?

×

Tawa Mencekam Kuntilanak: Mengapa Sosok Ini Identik dengan Suara Tertawa?

Sebarkan artikel ini
Tawa Mencekam Kuntilanak: Mengapa Sosok Ini Identik dengan Suara Tertawa?
Tawa Mencekam Kuntilanak: Mengapa Sosok Ini Identik dengan Suara Tertawa?/(pixabay)

PenaKu.ID – Kuntilanak adalah salah satu sosok hantu paling ikonik dalam folklor Indonesia. Sosoknya digambarkan sebagai wanita berambut panjang dengan gaun putih, yang sering kali muncul di pohon-pohon rindang atau bangunan tua. Namun, ciri khas yang paling membuatnya menakutkan bukanlah penampilannya, melainkan suaranya: tawa melengking yang bisa membuat bulu kuduk berdiri. Suara tawa ini seolah menjadi penanda kehadirannya yang tak terpisahkan.

Banyak yang bertanya, mengapa sosok hantu ini selalu digambarkan tertawa? Tawa biasanya diasosiasikan dengan kebahagiaan atau kegembiraan, sebuah kontradiksi dengan sosoknya yang penuh derita dan dendam.

Menurut legenda, sosok hantu ini adalah arwah penasaran dari seorang wanita yang meninggal saat melahirkan. Rasa sakit, kehilangan, dan kesedihan yang mendalam menjadi esensi dari keberadaannya. Lantas, dari mana datangnya suara tawa yang menyeramkan itu?

Simbolisasi Penderitaan dan Kegilaan Kuntilanak

Salah satu interpretasi paling umum adalah bahwa tawa Kuntilanak bukanlah tawa kebahagiaan, melainkan tawa histeris yang lahir dari penderitaan ekstrem. Tawa ini adalah manifestasi dari kegilaan dan keputusasaan yang dialaminya.

Ini adalah cara arwah tersebut mengekspresikan rasa sakit yang tak tertahankan, sebuah ironi tragis di mana suara yang seharusnya membawa keceriaan justru menjadi sumber teror. Tawanya adalah jeritan jiwa yang terdistorsi, mengubah kesedihan menjadi sesuatu yang mengancam dan menakutkan bagi siapa pun yang mendengarnya.

Elemen Psikologis dalam Cerita Horor Kuntilanak

Dari perspektif penceritaan, tawa Kuntilanak adalah elemen horor psikologis yang sangat efektif. Suara adalah alat yang kuat untuk membangun ketegangan. Ketika kita mendengar tawa di tempat yang sepi dan gelap, otak kita secara otomatis merasa ada yang tidak beres.

Penggunaan tawa sebagai ciri khas Kuntilanak mengeksploitasi kontradiksi ini. Ini menciptakan disonansi kognitif, di mana sesuatu yang seharusnya normal (tertawa) menjadi abnormal dan mengerikan. Hal ini membuat sosok Kuntilanak tidak hanya menakutkan secara visual, tetapi juga secara auditori, meninggalkan kesan mendalam bagi pendengarnya.**